BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Kamis, 29 Juli 2010

XIX. Beberapa Ramalan Rekaan Ilmiah yang Digenapi

Cara lain untuk menguji kecermatan penggenapan nubuat-nubuat Benny Hinn adalah dengan membandingkannya dengan beberapa ramalan rekaan ilmiah (science fiction), entah dalam bentuk film entah  novel. Ramalan-ramalannya di masa lampau ternyata kemudian cermat, digenapi. Umumnya, tingkat kecermatan realisasi ramalan-ramalan itu tinggi; ada yang diperkirakan masih akan digenapi di masa depan.

Suatu rekaan ilmiah adalah suatu rekaan berdasarkan sains atau ilmu pengetahuan masa depan. Corak sastra dan perfilman ini adalah suatu bentuk rekaan, biasanya ditentukan untuk masa depan, yang menangani perkembangan teknologi dan ilmiah imajiner dan kontak dengan dunia luar, seperti kontak dengan alien.

Persamaan Titan dan Titanic

The Wreck of  the Titan, or Futility, sebuah novel karya Morgan Robertson (1861-1915), seorang penulis cerita pendek dan novel terkenal dari AS, yang diterbitkan 1898, secara aneh meramalkan tenggelamnya RMS Titanic, kapal penumpang terkenal asal Inggris itu, empat tahun kemudian. Novel itu berkisah tentang bagaimana sebuah kapal penumpang mewah bernama Titan berlayar dari Inggris  menyeberangi Samudera Atlantik ke New York pada bulan April tapi kemudian tenggelam. Kapal itu dipuji sebagai “tidak bisa tenggelam” tapi ternyata kemudian tenggelam di Samudera Atlantik karena menabrak sebuah gunung es. Sejumlah besar penumpang ikut tenggelam bersama kapal mewah itu.

titan Novel karya Morgan Robertson yang secara mengherankan meramalkan tenggelamnya RMS Titanic

Tahun 1912, sebuah kapal penumpang mewah asal Inggris, RMS Titanic yang dipuji sebagai “tidak bisa tenggelam” berlayar dari Inggris melintasi Samudera Atlantik menuju Amerika Serikat. Tapi dalam pelayaran itu, kapal penumpang itu menabrak sebuah gunung es dan tenggelam bersama sebagian besar penumpangnya.

Sesudah kecelakaan laut yang dialami Titanic, Robertson membuat perubahan-perubahan tertentu dalam novelnya pada tahun 1912. Di antaranya tentang tonase kapal itu.

Meskipun demikian, persamaan antara kapal Titan imajiner dan kapal RMS Titanic aktual secara mengherankan sangat realistik. Perbandingan ringkasan ciri-ciri utama kedua kapal itu bukan saja sangat nyata melainkan juga menantang akal budi rasional kita tentang persamaan ciri-cirinya.

Spesifikasi Versi novel 1898 Versi novel 1912 Titanic
aktual
Kebangsaan Inggris Inggris Inggris
Panjang 800 kaki 800 kaki 882,5 kaki
Logam Baja Baja Baja
Bobot 45.000 ton 70.000 ton 66.000 ton
Tenaga kuda 40.000 75.000 46.000
Baling-baling 3 3 3
Tiang kapal 2 2 2
Kompartemen kedap-air 19 19 16
Jumlah sekoci 24 24 20
Kapasitas penumpang 3.000 3.000 3.000
Penumpang di kapal 3.000 3.000 2.228
Kecepatan ketika terjadi tabrakan 25 knot 25 knot 22,5 knot
Waktu terjadinya tabrakan menjelang tengah malam menjelang tengah malam 11.40 malam
Bulan terjadinya tabrakan April April April
Jumlah penumpang yang tewas 2.987 2.987 1.523
Jumlah penumpang yang hidup 13 13 705
Bagaimanakah caranya menjelaskan kemiripan ciri-ciri kedua kapal penumpang mewah itu, yang satu imajiner yang lain aktual? Ada tiga dugaan cerdas.

titanic RMS Titanic

Pertama, Morgan Robertson mengadakan riset yang baik lalu membuat tebakan-tebakan terdidik yang istimewa; di samping itu, dia mendapatkan sedikit keberuntungan.

Kedua, sambil mencari ilham, dia entah secara sadar entah secara taksadar menggali dunia gaib lalu menulis tentang hal-hal yang akan terjadi di masa depan.

Ketiga, tidak diketahui apakah Robertson punya kekuatan gaib. Barangkali kuatir dicela orang lain, dia menyembunyikan kekuatan gaibnya – kalau ada – dalam novelnya tadi, suatu “fiksi yang jelas.” Sementara itu, dia sendiri tahu ada realisme dalam novelnya lebih daripada yang mau dipercaya siapa pun waktu itu.

Lepas dari dugaan mana yang benar, realisasi ramalan Robertson melalui novelnya menunjukkan tingkat kecermatan yang tinggi. Ini suatu contoh lain dari penggenapan suatu ramalan non-Kristen, suatu penggenapan yang tidak kita lihat pada nubuat-nubuat Benny Hinn.

Manifestasi Ramalan-Ramalan Jules Verne

Lebih dari Morgan Robertson, Jules Verne (1828-1905) dipandang salah seorang pelopor penulisan rekaan ilmiah terbesar dari dunia Barat. Dia lahir di Nantes, Perancis. Karya-karyanya mewakili semangat kreatif abad ke-19 di Barat, dan pesona semangat itu pada kemajuan dan penemuan ilmiah serta teknologi. Banyak dari gagasan-gagasan Verne dipandang profetik; tidak heran, ada yang menjulukinya “nabi rekaan ilmiah.”

jules verne Jules Verne, sang “nabi rekaan ilmiah” asal Perancis

Berbagai novelnya berisi hasil-hasil kemajuan dan penemuan ilmiah serta teknologi futuristik pada zamannya. Hampir semua hasil itu menjadi nyata di abad ke-20. Ramalan-ramalan Verne manakah yang menjadi nyata dan belum digenapi di abad ke-20?


Kapal selam. Salah satu novelnya berkisah tentang sebuah kapal selam imajiner bernama Nautilus. Nautilus imajiner kemudian menjadi nyata. Pada tahun 1886, kapal selam aktual pertama yang digerakkan oleh tenaga listrik dibuat. Kapal selam itu dinamakan Nautilus, suatu penghormatan bagi kapal selam dengan nama yang sama dalam fiksi ilmiah Verne. Kemudian, kapal selam bertenaga nuklir pertama milik Amerika Serikat dibuat 1955, dinamakan juga Nautilus menurut Nautilus imajiner karangan Jules Verne.


Alat menyelam. Alat ini dipakai untuk penyelaman skuba abad ke-19 dan kemudian menjadi populer di abad ke-20 – sampai sekarang.


Pesawat ruang angkasa. Pesawat ruang angkasa imajiner Verne mengadakan perjalanan ke Bulan. Seabad kemudian, tepatnya tahun 1969, AS mewujudkan perjalanan ke bulan dengan pesawatnya, Apollo, yang mendarat di Bulan.


Bumi yang berongga. Gagasan ini dikisahkan dalam novelnya – sudah ada versi filmnya – berjudul (dalam bahasa Inggris) Journey to the Center of the Earth. Gagasan tentang bumi yang berongga sebenarnya berasal dari Sir John Leslie, seorang fisikawan asal Skotlandia: dia percaya bumi berongga. Jules Verne diilhami oleh gagasan Leslie. Tapi ini barangkali satu-satunya ramalannya yang belum direalisasi. Meskipun demikian, ramalan ini bisa saja digenapi di masa depan melalui penelitian ilmiah tentang monster-monster yang muncul di Loch Ness, sebuah danau di Skotlandia. Ada berbagai bukti yang menunjukkan bahwa monster-monster itu, termasuk di antaranya plesiosaurus, berasal dari keluarga dinosaurus di masa lampau. Sejauh ini, tidak satu pun dari makhluk-makhluk purba itu ditangkap. Mereka barangkali tinggal di dalam gua-gua atau lubang-lubang besar di dalam tanah dan danau dan punya beberapa tempat mencari makan di bawah tanah. Sewaktu-waktu, seekor makhluk purba itu tersesat selama suatu waktu  ke dalam Loch Ness lalu kembali ke habitat normalnya. Penelitian dengan sonar sudah menemukan bahwa sewaktu-waktu satu, dua, atau lebih dari keluarga dinosaurus itu dilihat di Loch Ness. Tapi pada kesempatan lain, tidak satu pun hewan purba itu ditemukan meskipun seluruh Loch Ness ditelusuri. Rahasianya adalah menemukan jalan-jalan bawah air tempat mereka masuk dan keluar.


Kecuali ramalan keempat, ketiga ramalan lainnya terjadi. Penggenapan ramalan-ramalan berdasarkan fiksi ilmiah ini lebih baik dari semua nubuat Benny Hinn dalam blog ini.

Anda yang ingin memahami secara audiovisual rekaan ilmiah Jules Verne tentang bumi yang berongga bisa mengaksesnya pada http://www.youtube.com/watch?v=XbJIUijgMy8 di sini. Tapi video ini berisi hanya bagian satu dari dua bagian film berdasarkan rekaan ilmiah Jules Verne.

nautilus
Nautilus, kapal selam bertenaga nuklir pertama AS 1955, suatu penggenapan ramalan fiksi ilmiah Jules Verne

Penggenapan Ramalan Beberapa Film Rekaan Ilmiah

Tidak selalu ramalan tentang masa depan kemajuan dan penemuan ilmiah serta teknologi  dalam film-film rekaan ilmiah tepat. Meskipun demikian, ada ramalan-ramalan lain yang ternyata diwujudkan di masa depan. Kemajuan dan penemuan apakah yang digenapi oleh film-film itu? Film-film yang mana?


Pembuatan profil genetik. Pembuatan profil genetik (genetic profiling) diramalkan dalam film Gattaca. Film ini diedarkan tahun 1997 tapi tidak merinci tahun kejadian ceritanya di masa depan. Film tersebut membuka berbagai kemungkinan kemajuan dalam pembuatan profil genetik manusia untuk berbagai tujuan. Pertama, bayi masa depan dibesarkan secara selektif dengan ciri-ciri tertentu. Kedua, gen-gen bisa dipakai untuk menemukan siapa yang secara biologis cocok untuk tugas-tugas khusus. Ketiga, rentang hidup setiap anak bisa diperkirakan. Keempat, masyarakat manusia bisa diatur ulang. Kelima, menolong mempertimbangkan apakah seorang calon presiden yang diperkirakan akan meninggal dunia selama masa jabatannya dipilih atau tidak. Keenam, mengidentifikasi gen-gen yang berhubungan dengan perilaku kriminal. Pembuatan profil genetik jelas bisa disalahgunakan tapi bisa juga menyelamatkan nyawa.


Teknologi pameran. Penemuan futuristik ini – disebut display technology dalam bahasa Inggris – dikisahkan dalam film Minority Report. Film ini beredar tahun 2002 dan menempatkan kisahnya pada tahun 2054. Teknologi futuristik ini menjadi nyata ketika Microsoft mengeluarkan Surface, suatu interface multi-sentuh inovatif. Surface mengantisipasi komputasi berdasarkan sentuhan.


Perang karena keterbatasan sumber daya. Ramalan ini dikisahkan dalam film The Road Warrior (Mad Max 2) yang beredar tahun 1981. Tapi tahun kisah kejadiannya di masa depan tidak ditetapkan. Ramalan ini sudah terjadi. Perang-perang meletus karena berkurangnya sumber daya, seperti minyak bumi yang berkurang. Menurunnya cadangan minyak bumi mengakibatkan harganya melonjak. Untuk memecahkan masalah keterbatasan sumber daya secara damai, bangsa-bangsa berupaya menemukan sumber daya minyak bumi yang baru dan mengembangkan pembangkit tenaga listrik alternatif. Tapi ada potensi konflik militer di masa depan karena sumber daya yang merosot. Kalau terjadi kekurangan air di Darfur, Sudan, masalah ini bisa menimbulkan perang di negara itu. Kalau Anda tinggal di Darfur atau Somalia, The Road Warrior tampak sangat mirip kehidupan sehari-hari.


Reality TV.  Masa kini, jenis tayangan televisi yang mengamati situasi kehidupan yang nyata dan disebut Reality TV dalam bahasa Inggris, sudah menjadi kenyataan sehari-hari. Berbagai saluran televisi nasional menayangkannya. Barangkali, sedikit yang tahu bahwa tayangan ini menggenapi ramalan dalam film The Truman Show, beredar 1998 tapi tidak menentukan tahun kejadian ceritanya di masa depan.


Perjalanan di ruang angkasa. Destination Moon, sebuah film yang beredar tahun 1950 tanpa menentukan tahun kejadian ceritanya di masa depan, berisi kisah tentang astronot-astronot yang mematuhi ilmu fisika Newtonian. Penerbangan di ruang angkasa dalam film ini realistik. Ia bisa dipandang suatu pengantar tentang ilmu fisika, komplikasi potensial dari penerapan ilmu fisika, dan penerbangan di ruang angkasa. Ketika para awak pesawat ruang angkasa lepas landas, akibat-akibat akselerasi tampak pada wajah mereka: wajahnya meringis. Lalu, tiba waktunya untuk berjalan di luar angkasa; untuk itu, para astronot memakai setelan khusus dan menunggu sementara udara mengalir ke luar dari kompartemen awak. Bulan tampak realistik. Ketika roket meninggalkan bumi, awak menghitung mundur dari 30. Ramalan tentang perjalanan di ruang angkasa melalui film tadi digenapi pertama kali tahun 1969 ketika AS meluncurkan Apollo yang mendarat di Bulan dan beberapa astronotnya tampak “berjalan” di permukaan Bulan. Beberapa tahun kemudian, kita menyaksikan di layar televisi astronot-astronot AS yang “berjalan” di ruang angkasa sementara memperbaiki kerusakan tertentu pada pesawat ruang angkasanya atau pada pangkalan ruang angkasa internasional.


Pertunjukan permainan realitas. Film The Running Man yang beredar 1987 yang  terjadi tahun 2019 mengisahkan bayangan tentang suatu dunia yang merosot dari Amerika Serikat di abad ke-21. Dunia yang merosot itu ditandai di antaranya oleh pertunjukan permainan realitas. Dua tahun sesudah film itu diedarkan, American Gladiators, suatu pertunjukan permainan realitas menjadi nyata. Tokoh-tokohnya mencakup Nitro, Ice, dan Laser.


Pengembangan kekotaan. Terjadi kemacetan total lalulintas kekotaan (urban) karena kebijakan pengembangan kekotaan yang tidak memadai atau keliru. Masalah pengembangan kekotaan ini dikisahkan dalam film Blade Runner, beredar 1982 dan menetapkan kejadiannya pada tahun 2019. Tapi lalulintas di Jakarta, misalnya, sudah mengalami penggenapan ramalan dari film rekaan ilmiah tadi. Makin banyak kendaraan yang berjejal di jalan-jalan yang tidak lagi mampu menampungnya.


Perubahan iklim. Timbul perubahan iklim global karena kelebihan penduduk dunia. Semakin banyak orang berarti semakin banyak polusi yang berarti juga suatu masa depan yang lebih panas dari keadaan iklim global sekarang. Gagasan profetik yang tengah digenapi ini dikisahkan dalam film Soylent Green, beredar 1973 dan terjadi tahun 2022.


Robot bersenjata. Short Circuit, beredar 1986 tanpa menentukan tahun kisahnya di masa depan, adalah suatu film rekaan ilmiah yang bagus. Ramalan di dalamnya tentang pengembangan robot bersenjata otomatik untuk militer di darat tepat. Militer AS menggenapi ramalan ini ketika mereka mengembangkan DARPA’s Grand and Urban Challenges, suatu langkah pertama ke arah pengembangan mobil-mobil robot. Dalam film itu, ada lima SAINT (Strategic Artificially Intelligent Nuclear Transport) yang bergerak di atas roda-roda yang diberi jalurnya. Senjata robot otomatik ini kemudian diwujudkan melalui UGV (Unmanned Ground Vehicle) masa kini.


Perjalanan di ruang angkasa komersial. Film 2001: A Space Odyssey – beredar 1968 tentang kisah yang akan terjadi 2001 – tentang perjalanan di luar angkasa dan komersialisasinya. Ramalan dalam film ini kini menjadi nyata. Komersialisasi perjalanan di luar angkasa pada tahun 2008 mendapat tanggapan serius. Film itu meramalkan juga bahwa suatu hari pada tahun 2001 akan ada penerbangan ke suatu stasiun ruang angkasa yang mengorbit; penerbangan itu membutuhkan latihan atau persiapan untuk tinggal di ruang angkasa dengan gravitasi nol. Ramalan itu makin menjadi nyata masa kini.


Kesepuluh film rekaan ilmiah tadi disebut “The 10 Most Prophetic Sci-Fi Movies Ever” oleh Eric Sofge dalam suatu artikelnya 28 Maret 2008. Sejauh ramalan-ramalan dalam kesepuluh film itu digenapi kemudian hari, judul itu memang tepat. Tidak sekalipun Sofge mengatakan ramalan-ramalan rekaan ilmiah itu dituntun Roh Kudus atau kuasa adialami yang lain. Dengan kata lain, semua film itu hasil dari ramalan-ramalan non-Kristen yang secara mengherankan digenapi kemudian hari.


Unggul atas Nubuat-Nubuat Benny Hinn


Sekali lagi, Anda makin paham bahwa kecermatan realisasi ramalan-ramalan film rekaan ilmiah tadi mengungguli semua nubuat Benny Hinn dalam blog ini. Diperkirakan jutaan orang di seluruh dunia sudah menonton film-film itu. Kalau mereka pun ikut menyaksikan penggenapan ramalan-ramalan rekaan ilmiah itu dalam kehidupannya sehari-hari, tentulah ada jutaan saksi yang mengakui kebenaran dari ramalan-ramalan non-Kristen itu. Seandainya mereka menemukan bahwa nubuat-nubuat Benny Hinn bohong, mereka tentu akan lebih percaya keunggulan penggenapan ramalan-ramalan fiksi ilmiah melalui film-film itu atas kebenaran nubuat-nubuat Hinn.  Kalau mereka mencakup orang-orang Kristen, mereka akan mengabaikan dakuan Hinn bahwa nubuat-nubuatnya hasil tuntunan Roh Kudus. Nubuat-nubuatnya hasil imajinasi dia atau hasil tuntunan roh-roh lain.


Ramalan Ilmiah Bruce Bueno de Mesquita


Apakah teori permainan, suatu cabang matematika yang langka, meramalkan masa depan? Dipandang seorang koleganya sebagai “analis kebijakan luar negeri paling cemerlang” masa kini, Bruce Bueno de Mesquita, seorang penasehat khusus CIA, 500 perusahaan terkemuka sedunia menurut majalah Fortune, dan Departemen Pertahanan AS berpikir demikian. De Mesquita, berdarah Yahudi-Belgia, adalah seorang pakar konflik internasional, pembentukan kebijakan luar negeri, dan peneliti perdamaian. Dia menjadi seorang anggota senior pada Lembaga Hoover dan profesor ilmu politik di Universitas New York. Bab berikut akan memperjelas ramalan ilmiah de Mesquita dan penggenapannya.

Minggu, 25 Juli 2010

XVIII. Penggenapan Kepercayaan Tradisional Suku Sawi dan Auyu

Selama berabad-abad, suku Sawi dan Auyu di Nieuw Guinea Belanda bagian selatan punya kepercayaan tradisional yang akan digenapi orang-orang berkulit putih. Salah satu kepercayaan tradisional suku Sawi dan Auyu adalah mitos kultus kargo mereka tentang Dunia Baru. Kepercayaan tradisional lain, khususnya dari suku Sawi, berupa dua jenis citra penebusan atau keselamatan (redemptive or salvation images) yang akan menjadi semacam jembatan kebudayaan spiritual mereka ke arah penerimaan ajaran Kristen. Itulah citra tentang anak perdamaian dan kata-kata remon, suatu kata bahasa Sawi yang mirip artinya dengan “regenerasi, penjelmaan kembali, pergantian kulit, kelahiran baru”.

Terkenal melalui Peace Child

Suku Sawi dan Auyu menjadi terkenal secara internasional melalui buku tulisan Don Richardson, Peace Child (Regal Books, Ventura California 1974, 2003). Suatu ringkasan buku ini diterbitkan dalam majalah Reader’s Digest edisi Maret 1976. Terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia berjudul Anak Perdamaian (Penerbit Kalam Hidup, Bandung, 1974).













peace child bookPeace Child, karya tenar Don Richardson


Suku Sawi, suatu suku mengembara yang sampai dengan awal 1960-an masih hidup dalam keadaan primitif, tinggal pada delapan belas kampung sepanjang beberapa sungai dan anak sungai di belakang Pirimapun, Nieuw Guinea Belanda, bagian selatan. Mereka terkenal sebagai suku kanibal dan pengayau (head-hunter).  Kebudayaan rohani pra-Kristen yang terkenal dari suku Sawi adalah menjalin persahabatan kemudian mengkhianati sahabat dengan mula-mula menggemukkan lalu membunuh dan memakan dagingnya! Yudas yang diperkenalkan Don Richardson pada mereka di awal penginjilannya adalah pahlawan mereka sementara Yesus yang dikhianati Yudas lalu mati di salib adalah sang pecundangnya. Suku Sawi pun sering terlibat perang dengan suku-suku Papua yang lain di lingkungan hidup dengan berbagai sungai dan anak sungai itu. 


Pos pemerintah Belanda pertama didirikan di Pirimapun 1955; kemudian, pemerintah mulai mengadakan perjalanan eksplorasi pertama pemukiman suku Sawi, di antaranya dengan melewati Sungai Kronkel, pertengahan 1950-an.

Suku Auyu tinggal jauh di sebelah timur perkampungan suku Sawi. Bersama suku Sawi, mereka punya mitos tentang kultus kargo yang sama.

don richardson Don Richardson

Don Richardson (lahir 1935) adalah seorang lelaki asal Kanada tamatan Prairie Bible Institute, suatu lembaga pendidikan kependetaan Kristen Protestan, di Alberta, Kanada. Lembaga ini didirikan 1922 dan kemudian berkembang menjadi lembaga pendidikan Kristen terbesar di Kanada, sangat menekankan penginjilan ke luar negeri. Carol Soderstrom dari Amerika Serikat, seorang wanita yang adalah juga tamatan lembaga tadi, kemudian menjadi isteri Don Richardson. Richardson mengambil keputusan untuk menjadi penginjil bagi suku-suku terasing di Nieuw Guinea Belanda 1955, suatu keputusan yang kemudian didukung isterinya. Sebagai persiapan tambahan bagi pekerjaannya di masa depan, Don Richardson memelajari linguistik dan Carol ilmu keperawatan. Juli 1962, pasangan ini bersama Steven, putera mereka yang pertama, mulai tinggal  dan bekerja sebagai keluarga penginjil di antara suku Sawi.

Mitos tentang Dunia Baru

Mitos tentang Dunia Baru adalah suatu contoh lain dari mitos tentang kultus kargo dan berasal dari suku Sawi dan Auyu. Mitos ini dibahas juga dalam suatu disertasi lain tentang kultus kargo di Irian Jaya untuk mendapat gelar doktor filsafat pada Oxford Graduate School oleh Michael L. McDowell MA berjudul The Contextualization of Cargo Cult Beliefs and the Christian Message in Irian Jaya, Indonesia (1994). McDowell adalah seorang dosen pada Sekolah Tinggi Teologia Erikson-Tritt di Irian Jaya.

Interpretasi konflik budaya

Dari mana asal dan manifestasi mitos tentang kultus kargo, khususnya dari suku Sawi dan Auyu? McDowell menjawab mitos tentang kultus kargo kedua suku Papua itu adalah terutama suatu reaksi terhadap kontak budaya mereka dengan orang-orang berkulit putih dari Barat. Menurutnya, pandangan ini bisa disebut interpretasi konflik budaya. Perilaku dan kepercayaan para penganut kultus kargo itu bersifat reaksioner; dengan kata lain, mereka membutuhkan penjelasan tentang realitas suatu bangsa dan suatu kebudayaan yang berbeda dengan mereka sebagai suku yang memiliki kebudayaannya. Sering para misionaris tidak menyadari bahwa mereka dilibatkan dalam gerakan kultus kargo suku-suku Papua tadi. Mitos tentang Dunia Baru dan tokoh ilahi pra-Kristen bernama Sawapacu-Ataphapkon – sering dipisahkan menjadi dua oknum  yang mereka sebut Sawapacu dan/atau Ataphapkon – dari suku Auyu dan Sawi memerikan bagaimana pemerintah Belanda dan para misionaris digabungkan ke dalam mitos mereka sebagai suatu sarana untuk mengabsahkan keberadaan orang-orang berkulit putih itu. Dalam perjumpaan pertama kali, orang-orang berkulit putih sangat ditakuti karena belum pernah mereka melihatnya sebelumnya. Sesudah suku Sawi dan Auyu makin mengenal orang-orang Barat itu, pengaruh kuasa mereka yang unggul atas kuasa kedua suku Papua itu mengakibatkan mereka diterima, dicari, dan diserap ke dalam mitosnya.

peace child1 Suku Sawi

Dalam hubungan dengan pengujian terhadap nubuat-nubuat yang tidak digenapi dari Benny Hinn, mitos tentang kultus kargo dari suku Sawi dan Auyu – yang dipercaya selama ratusan tahun – digenapi melalui kontak budaya mereka dengan orang berkulit putih dari Barat, terutama para misionaris Barat yang tinggal dan bekerja di antara mereka. Tapi yang dikisahkan dari mitos tadi hanyalah bagian yang relevan dengan penggenapan mitos itu.

Penemuan Dunia Baru

Menurut sejarah, semua suku di bumi tinggal di bawah tanah. Ada tempat terbuka yang luas tapi gelap di bawah tanah, tempat setiap orang hidup dalam suatu komunitas.

Suatu hari, Kema dan isterinya pergi ke hutan. Sang isteri menengadah dan melihat sebuah lubang kecil. Lubang itu menuju ke permukaan Dunia Baru. Mereka lalu memperbesar lubang itu supaya bisa ke luar.

Sesudah lubang itu diperbesar, Kema dan isterinya melihat cahaya yang menakjubkan. Cahaya itu memberi mereka perasaan sangat senang.

Tapi ketika mereka melihat Dunia Baru, mereka pingsan. Sesudah siuman, mereka melihat Sawapacu-Ataphapkon. Kehadiran tokoh ilahi itu disertai cahaya yang begitu benderang sehingga pasangan suami-isteri itu pingsan lagi karena mereka terlalu lemah untuk melihatnya.

Kemudian, mereka siuman lagi selama beberapa jam. Lalu, mereka melihat keadaan Bumi yang Baru. Betapa menakjubkan dan indahnya bumi itu!

Mereka melihat Sawapacu dan Ataphapkon. Ataphapkon mengatakan dunia ini dan isinya adalah ciptaannya.

Tapi Kema dan isterinya tidak cukup kuat untuk memandang Ataphapkon karena kemuliaannya yang hebat. Lalu, dia mengajak mereka berdua mendekatinya dan mendengarkan kata-katanya. Dia memerintahkan mereka berdua agar kembali ke tempat asalnya dan mengatakan pada sesama warganya apa yang dia katakan. Sawapacu juga menetapkan suatu hari bagi mereka untuk ke luar dari kegelapan di tempat mereka tinggal.

Mereka diberi batas waktu tujuh hari untuk ke luar dari tempat tinggalnya. Ada rangkaian perintah untuk setiap hari yang harus mereka laksanakan. Hari pertama, pengumuman kepada penghuni bawah tanah; hari kedua, mereka harus mencari dan menyediakan makanan; hari ketiga, mereka harus membunuh semua hewan ternak; hari keempat, mereka harus menanggalkan pakaiannya yang lama dan menggantikannya dengan pakaian yang baru; hari kelima, mereka harus mandi dan mencuci alat-alat yang mereka pakai; hari keenam, mereka harus keluar ke Dunia Baru dan menyanyikan dua lagu; dan, hari ketujuh, mereka akan menerima barang-barang.

Sesudah melaksanakan perintah untuk kelima hari pertama, mereka melaksanakan perintah untuk hari keenam. Mereka bersiap-siap keluar, dipimpin Kema dan isterinya. Kema memperbesar lubang dengan sebatang kayu agar mereka semua bisa keluar. Yang keluar adalah keluarga setiap suku di dunia.

Tapi mereka lupa seekor anjing jantan di bawah tanah. Jadi, Kema kembali melalui lubang, mencari, dan menemukan anjing itu di ujung kampung bawah tanah.

Kema butuh waktu yang lama untuk menemukan anjing itu. Mereka di atas menunggu terlalu lama kembalinya dia dengan anjing itu, menjadi tidak sabar, dan memutuskan untuk menutup lubang ke dunia bawah. Lubang itu ditutup begitu rupa sehingga ia tidak bisa dibuka dari bawah untuk keluar. Akibatnya, Kema dan anjing itu tidak bisa keluar ke Dunia Baru.

Mereka yang sekarang ada di Dunia Baru menghadap Sawapacu-Ataphapkon. Hari itu hari ketujuh; jadi, mereka istirahat dan menantikan pelaksanaan perintah tokoh ilahi itu pada hari tersebut. Untuk istirahat dan sebagai tempat tinggal, mereka membuat tenda-tenda dekat tokoh ilahi itu. Kemudian, mereka memilih Nunas sebagai seorang nabi bagi mereka, dan setiap suku patuh pada hukum-hukum Ataphapkon. Lalu, timbullah keinginan mereka meminta barang-barang pada tokoh ilahi itu. Ataphapkon lalu membuat banyak barang muncul bagi seluruh suku itu: kapak besi, pisau, parang, pakaian, bedil, kapak batu, perubahan kulit, dan mayat. Setiap suku boleh memilih apa pun yang mereka sukai.

Tapi semua suku berkelahi tentang siapa yang akan memilih kematian. Pemberian Ataphapkon yang tidak dipilih suku mana pun adalah perubahan kulit.

Tahun 1955, pemerintah Belanda masuk di kawasan Sungai Kronkel. Mereka mendirikan posnya yang pertama di Pirimapun.

Kali pertana orang-orang Kamur (dari suku Sawi) bertemu orang-orang berkulit putih dari pemerintah Belanda, mereka takut. Mereka belum pernah berjumpa dengan seorang berkulit putih.

Lalu mereka ingat Sawapacu-Ataphapkon. Tahun 1962, Pendeta Don Richardson dari Kanada tiba. Dia diutus ke Irian Jaya untuk membawa Injil dan Firman Allah. Dia membawa suku Sawi dari kegelapan menuju terang. Lalu, suku Sawi menerima Injil – sampai sekarang.

Analogi penebusan

Dengan cara yang aneh, suku Sawi dan Auyu dituntun selama berabad-abad oleh mitosnya tentang kultus kargo. Impiannya akan kelimpahan material yang dianugerahkan Sawapacu-Ataphakpon padanya kemudian digenapi oleh kehadiran orang berkulit putih dari Barat pada abad ke-20. Secara khusus. impiannya akan Dunia Baru atau Bumi Baru dengan keluar dari tempat tinggalnya yang diliputi kegelapan di bawah tanah secara mengherankan mengantipasi tibanya Injil yang kemudian mereka terima. Citra tentang Yesus bisa kita simak dari tokoh ilahi mereka Sawapacu-Ataphapkon dan pelayan-Nya, Don Richardson. Dunia Baru atau Bumi Baru yang terang benderang yang dirindukan leluhur suku Sawi dan Auyu diwujdukan melalui perubahan diri mereka sesudah menjadi pemeluk Kristen.

Bandingkan kecermatan penggenapan impian mitologis kedua suku Papua itu dengan nubuat-nubuat Benny Hinn. Tidak satupun digenapi, bukan? Roh yang menuntun dia bernubuat bukanlah Roh Kudus.

Kuasa apakah yang menuntun hati dan akal budi suku Sawi dan Auyu untuk menciptakan mitos tentang kultus kargo mereka? Mengapa justru orang berkulit putih dari Barat – dan bukan orang Asia, misalnya – yang masuk ke dalam kepercayaan tradisional mereka? Mengapa penantian mereka selama ratusan tahun akan tibanya Dunia Baru atau Bumi Baru ciptaan Sawapacu-Ataphapkon menjadi nyata sesudah terjadi kontak budaya antara mereka dan orang Barat berkulit putih? Mengapa justru Don Richardson, seorang berkulit putih dari Kanada dan sekaligus seorang penginjil, dan bukan Jenderal Inada dari Jepang, Sukarno dari Indonesia, atau Ho Chi Minh dari Vietnam – semuanya orang Asia berkulit “kuning” dan sawo matang – yang diserap ke dalam mitos mereka? Mengapa justru Don Richardson dan bukan salah satu dari ketiga tokoh Asia Timur tenar tadi  yang  menjadi salah satu tokoh utama dalam mitos mereka?

Tidak mudah menjawab pertanyaan-pertanyaan tadi. Don Richardson dan Michael L. McDowell punya jawaban yang berbeda.

Richardson menjawab bahwa kepercayaan tradisional suku Sawi dan Auyu tadi bisa dijelaskan melalui apa yang dia sebut "prinsip analogi penebusan". Menurut keyakinannya, itulah "[kunci] yang diberikan Allah kepada kami [dia dan isterinya] untuk memasuki hati orang Sawi." Lanjutnya, prinsip ini "menerapkan kebenaran rohani kepada adat setempat." Dia dan isterinya menyaksikan bahwa Allah menyediakan bagi penginjilan masyarakat Sawi dan masyarakat terasing lainnya analogi-analogi penebusan di dalam kebudayaan mereka sendiri. "Analogi-analogi ini merupakan batu loncatan, pintu rahasia yang menjadi jalan bagi Injil untuk masuk ke dalam kebudayaan Sawi dan yang membangkitkan suatu revolusi rohani dan sosial dari dalam."

Tidak semua ahli teologia tentang penginjilan suku-suku terasing sepakat dengan prinsip analogi penebusan tadi. Di antaranya Dr. Michael L. McDowell. Dengan mendasarkan sanggahannya pada Roma 1:18-23, McDowell mengatakan analogi penebusan macam apa pun sudah lenyap dalam suatu ras manusia yang sudah jatuh ke dalam dosa.

Pengetahuan budaya yang diperoleh dan pilihan budaya

 Terhadap pertanyaan-pertanyaan tadi, McDowell menjawab mitos tentang kultus kargo kedua suku Papua tadi diciptakan berdasarkan pengetahuan budaya yang mereka peroleh. Ini bisa diperoleh melalui lingkungan komunikasi budaya di luar mereka, lingkungan yang bernilai dan bermakna bagi mereka, yang berisi dan mewujudkan impian mitologis mereka.

Tapi pengetahuan budaya yang mereka peroleh, menurut saya, bisa mengaburkan impian atau cita-cita mereka melalui mitos tentang kultus kargo kalau tidak disertai pilihan-pilihan budaya. Melalui seleksi budaya, mereka menetapkan pilihannya, misalnya,  akan kedatangan orang berkulit putih dari Barat, termasuk para misionaris Kristen, dan bukan orang berkulit bukan-putih.

Bagaimana seleksi budaya suku Sawi dan Auyu tadi menuntun mereka melalui mitosnya selama ratusan tahun sebelum mitos itu digenapi sesudah pertengahan abad ke-20 menjadi suatu misteri bagi saya. Yang paling mudah saya katakan adalah bahwa tangan Tuhan yang tidak tampak menuntun mereka selama berabad-abad untuk mengenal dan menjadi pengikut-Nya melalui mitosnya tentang kultus kargo yang melibakan orang berkulit putih dari Barat, khususnya, para misionaris seperti Don Richardson.

Anak Perdamaian

Suatu penemuan yang tidak disangka-sangka dari Don Richardon dari kebudayaan rohani suku Sawi adalah gagasan mereka tentang anak perdamaian. Gagasan ini sudah mereka praktekkan selama ratusan tahun.

Suku Sawi pra-Kristen yang mengagungkan kekerasan berupa pengkhianatan, pengayauan, dan kanibalisme mengakibatkan mereka hidup dengan suku-suku lain dalam suasana saling curiga dan saling siap untuk berperang. Tapi budaya mereka tentang anak perdamaian menunjukkan ketulusan mereka untuk menciptakan perdamaian antara suku-suku yang saling berperang. 

Tradisi anak perdamaian diberlakukan kalau tidak ada jalan lain bagi dua pihak yang saling berperang untuk berdamai. Seorang ayah dari salah satu pihak menyerahkan anak kandungnya sendiri, seorang bayi, kepada wakil pihak lain yang bermusuhan, seorang tokoh lelaki. Seorang lelaki dari pihak yang baru menerima anak itu menyerahkan juga seorang anaknya, juga seorang bayi, kepada lelaki yang baru menyerahkan anaknya. Masing-masing membuat janji lisan yang didengar banyak saksi dari kedua belah pihak bahwa mereka akan mempertahankan perdamaian selama kedua anak itu hidup. Sesudah itu, lelaki dari kedua pihak yang saling menerima dan menyerahkan anaknya sebagai jaminan perdamaian memanggil hadirin dari sukunya untuk meletakkan telapak tangan atas anak perdamaian itu sebagai tanda mereka pun akan ikut menjaga perdamaian di antara kedua pihak.

Pemecahan masalah perang dengan menyerahkan anak perdamaian sebagai jaminan perdamaian macam ini adalah suatu pilihan budaya yang mengherankan. Secara analogis, konsep anak perdamaian ini akan menuntun Don Richardson untuk memperkenalkan Anak Perdamaian lain yang paling unggul dari konsep anak perdamaian suku Sawi: Yesus Kristus.


Tradisi anak perdamaian suku Sawi memang bagus tapi tidak menjamin perdamaian antara dua pihak yang berseteru. Jaminan perdamaian, sekurang-kurangnya, untuk jangka waktu yang lama. Begitu salah seorang anak perdamaian meninggal dunia, perang bisa berkobar lagi. Dengan bahasa yang menjelaskan kesejajaran dan perbedaan makna antara anak perdamaian suku Sawi dan Anak Perdamaian menurut kesaksian Alkitab, Don Richardson mengangkat tradisi anak perdamaian suku itu kepada keagungan ajaran Kristen. Perdamaian mereka akan batal begitu anak perdamaiannya mati. Tapi Anak Perdamaian yang adalah Yesus tetap memberi mereka perdamaian yang kekal karena Dia tidak mati, Dia kekal.

Suku Sawi yang memahami keunggulan Yesus sebagai Anak Perdamaian mengakui bahwa tradisi mereka tentang anak perdamaian adalah yang paling baik yang bisa mereka ciptakan. Tapi sesudah mendengarkan penjelasan Don Richardson tentang Anak Perdamaian yang lain, mereka mengatakan konsep mereka memang yang paling baik tapi tidak memadai.

Kata-Kata Remon

Suatu penemuan mengherankan lain dari kebudayaan rohani pra-Kristen suku Sawi oleh Don Richardson adalah penantian suku Sawi – selama berabad-abad – akan datangnya remon. Remon mirip artinya dengan “regenerasi” atau penjelmaan kembali, seperti “seekor ulat [yang] lolos dari kematian dengan berubah menjadi kupu-kupu, menerobos kepompongnya untuk hidup terus dengan tubuh yang baru, … seekor kadal atau ular [yang] lolos dari kematian dengan menanggalkan kulitnya yang lama.”

Untuk pertama kali, Don Richardson mendengarkan kata remon melalui suatu nyanyian ratapan tradisional seorang ibu yang tua. Sambil menangis, dia menyanyikan suatu nyanyian ratapan tradisional bagi seorang puteranya yang meninggal dunia: “Kata-kata remon! Kata-kata remon! Mengapa ditangguhkan begitu lama? Karena penangguhanmu, kematian telah membawa anakku! Kata-kata remon! Kata-kata remon! Mata kami sudah merah menunggu kedatanganmu! Kata-kata remon! Kata-kata remon! Dari hulukah kamu datang? Atau dari hilir? Kata-kata remon! Kata-kata remon! Lekaslah! Kalau tidak, maut akan membawa kami semua, dan tidak ada seorangpun yang akan tinggal untuk menyambutmu!”

Sekali lagi, konsep remon menunjukkan pengetahuan budaya yang diperoleh suku Sawi berdasarkan seleksi budayanya. Citra tentang remon secara mengherankan sudah menuntun suku Sawi yang merindukan kekekalan hidup selama berabad-abad untuk menemukan jawaban yang memuaskan atas misteri kematian pada Yesus Kristus. Sebagai Pemegang segala kuasa di sorga dan di bumi, Yesus yang sudah bangkit dari kematian dan menang atas kuasa maut memberi jaminan yang pasti akan hidup yang kekal bagi siapa pun yang percaya pada-Nya.

Bagaimana sampai penantian demikian lama suku Sawi akan kembalinya remon melalui imannya pada Yesus bisa digenapi dengan sendirinya? Itu kuasa Tuhan yang sulit saya selami tapi yang memang terjadi.Yang menarik, penantian mereka akan kembalinya remon sudah berlangsung selama masa pra-Kristennya.

Jadi, mitos tentang kultus kargo suku Sawi dan Auyu, konsep budaya spiritual mereka tentang anak perdamaian dan remon yang sudah ada selama berabad-abad secara mengherankan digenapi di abad ke-20. Ini menungguli nubuat-nubuat Benny Hinn yang tidak digenapi.

Suatu penjelasan audiovisual tentang pengalaman penginjilan Don Richardson di Irian Jaya bisa Anda akses melalui Youtube. Kliklah alamat kedua video itu, http://www.youtube.com/watch?v=I1F_zmLYK_w dan http://www.youtube.com/watch?v=CsLXHzIZO_E&feature=related di sini.

Ramalan-Ramalan Fiksi Ilmiah yang Digenapi

Melesetnya nubuat-nubuat Benny Hinn bisa diuji juga dari ketepatan berbagai ramalan terkenal melalui beberapa karya fiksi ilmiah. Karya-karya itu dalam bentuk novel atau film. Bab berikut akan membahas ramalan-ramalan ini dan penggenapannya.

Kamis, 22 Juli 2010

XVII. Kepercayaan Tradisional Papua yang Digenapi Orang Berkulit Putih

Berbagai kepercayaan tradisional berbagai suku di Nieuw Guinea Belanda (sekarang Papua dan Papua Barat)  digenapi secara mengherankan. Ada yang bahkan melebihi imajinasi suku-suku yang memiliki kepercayaan tradisional itu.

Tiga di antara kepercayaan tradisional yang digenapi itu adalah mitos-mitos keramat tentang kembalinya seorang tokoh mitis mirip sang Mesias atau Ratu Adil (dalam kebudayaan tradisional Jawa) atau leluhur orang Papua. Seorang tokoh mirip Mesias atau Ratu Adil berasal dari daerah kebudayaan Biak-Numfor di Teluk Geelvink, di kawasan pesisir ke arah barat Sorong, dan di Kepulauan Raja Ampat di bagian barat Sorong. Dialah Manseren Koreri (diucapkan sebagai manSEren koREri), Tuhan Negara-Bahagia atau Tuhan Utopia), dan Koreri (Negara Bahagia atau Utopia) yang dijanjikannya.  Suatu mitos lain dari kawasan Hollandia dan sekitarnya (Genyem, Sentani, Nimboran, Tanah Merah, Ormu, Kayu Pulau) berkisah tentang kepercayaan berbagai suku kawasan itu bahwa suatu waktu di masa depan leluhurnya yang hidup kembali akan datang kembali dengan membawa kelimpahan hidup. Suatu mitos lain dari Nieuw Guinea Belanda bagian selatan tergolong mitos tentang kultus kargo. Kultus kargo adalah suatu agama khas rumpun Melanesia (penduduk asli di kawasan atau pulau-pulau tertentu di Pasifik Selatan yang kulitnya hitam) tentang kepercayaan orang Melanesia bahwa roh-roh leluhurnya di masa lampau akan kembali pada mereka di masa depan dengan membawa barang-barang konsumen modern dan kekayaan. Itulah mitos tentang penemuan Dunia Baru dari suku Sawi dan Auyu di Nieuw Guinea Belanda bagian selatan. Dengan cara yang aneh, ketiga macam kepercayaan tradisional berdasarkan mitos-mitos keramat itu digenapi melalui kontak budaya dan pengaruh orang-orang Barat berkulit putih pada penduduk Papua yang percaya pada mitos-mitos itu.

Mitos tentang Dunia Baru dan penggenapan kepercayaan tradisional lain dari suku Sawi akan dijelaskan dalam bab berikut. Bab ini memusatkan perhatian pada penggenapan kepercayaan tradisional di Teluk Geelvink dan di Hollandia dan sekitarnya.

Entah sebagai seorang tokoh mitis mirip Mesias atau Ratu Adil atau entah sebagai leluhur yang bangkit kembali dari kematian, tokoh-tokoh mitis yang kedatangannya kembali sudah dinantikan barangkali selama ratusan tahun anehnya adalah orang-orang berkulit putih. Tentara Jepang yang menduduki Nieuw Guinea Belanda selama Perang Dunia II dan dikenal oleh penduduk asli kawasan yang mereka duduki malah tidak masuk dalam mitologi mereka, entah kenapa. Dalam PD II, tentara Jepang dibenci orang Papua karena kekejamannya; selain itu, mereka jelas bukan orang berkulit putih meskipun tingkat kemajuan dan kemakmurannya tidak kalah dengan orang-orang berkulit putih. Orang Jepang juga tidak punya hubungan sejarah yang lama dibanding hubungan sejarah selama berabad-abad antara orang Papua dan berbagai orang berkulit putih dari Barat.

Apa Itu Mitos?

Ada beberapa definisi kamus tentang kata “mitos”. Mitos bisa berarti cerita kuno, suatu cerita tradisional tentang pahlawan dan makhluk adi alami, suatu cerita yang sering mencoba menjelaskan gejala-gejala alami atau sisi-sisi perilaku manusia. Mitos bisa juga berarti mitos-mitos secara kolektif, mitos-mitos yang dipandang sebagai suatu kelompok atau suatu corak. Mitos bisa juga berarti bentuk gagasan yang dicita-citakan, seperangkat gagasan dan cerita yang sering dicita-citakan atau diberi daya pesona yang mengelilingi suatu gejala, konsep, atau orang terkenal secara khusus. Arti lain dari mitos adalah kepercayaan yang palsu, suatu kepercayaan yang dipertahankan secara luas tapi keliru. Ringkas kata, mitos, menurut definisi kamus, adalah cerita kuno, mitos-mitos secara kolektif, bentuk gagasan yang dicita-citakan, atau kepercayaan yang palsu.

Mitos-mitos dari Nieuw Guinea Belanda tadi secara longgar bisa digolongkan pada cerita kuno, mitos-mitos secara kolektif, dan bentuk gagasan yang dicita-citakan. Tapi untuk memahami mitos menurut pengalaman orang Papua sendiri, kita perlu mengandalkan hasil penelitian ilmiah tentang mitos-mitos mereka. Penelitian tentang mitologi (mitos-mitos secara kolektif) secara umum dilakukan juga oleh ahli-ahli lain, termasuk ahli piskologi tenar asal Swis bernama Carl G. Jung (1875-1961), putera seorang pendeta Protestan asal Swis. Secara khusus, ilmuwan-ilmuwan yang sering meneliti kepercayaan tradisional masyarakat Papua adalah ahli-ahli antropologi-budaya. Perlu ditambahkan mitologi demikian luas dan rumit sehingga belum ada satu definisi tuntas tentang mitologi.

Menurut psikologi

Dari segi psikologi, apa itu mitologi? Suatu definisi yang dipengaruhi psikologi Jungian (dikembangkan Jung dan kawan-kawan atau para pendukungnya) berbunyi: “Suatu mitologi adalah suatu koleksi cerita-cerita imajiner atau fantastik, kebanyakan bersifat religius dan spontan, dibentuk oleh kausalitas dan teleologi, berisi nilai-nilai dan makna yang didambakan umat manusia, dan mengungkapkan psike manusia melalui lambang-lambang dan aksi-aksi simbolik.”  Untuk memahami definisi yang dipengaruhi psikologi Jungian ini secara lebih jelas, Anda dipersilahkan membaca artikel berjudul “Mythology, Movies, and Movie Criticism” dengan mengklik alamat blog berikut: http://evergreentropicalstories.blogspot.com/2009/04/mythology-movies-and-movie-criticism.html di sini.

Menurut antropologi-budaya

Lalu, apa definisi  khusus tentang “mitos” tentang Negara Bahagia, menurut hasil penelitian antropologi-budaya di Nieuw Guinea Belanda? Dr. F.C. Kamma (1906-1987), seorang misionaris Protestan dari Misi Gereja Hervormd Belanda di Nieuw Guinea Belanda, relevan. Selama sepuluh tahun, dia meneliti mitos keramat tentang Manseren Koreri dan Koreri yang dijanjikannya di kalangan suku Biak-Numfor dan daerah-daerah imigrasinya, terutama di Kepulauan Raja Ampat, sembari dia (dan isterinya) bekerja sebagai  misionaris di kalangan orang-orang Biak di Raja Ampat. Hasilnya adalah suatu disertasi yang istimewa tentang kepercayaan tradisional itu, De Messiaanse Koreri-bewegingen in het Biak-Numfoorse cultuur-gebied (Leiden, 1954) yang dipertahankannya di hadapan dewan penguji Fakultas Filsafat dan Kesusastraan Universitas Leiden, Belanda, 1954. Disertasi itu kemudian direvisi penulisnya dan diterbitkan dalam bahasa Inggris tahun 1972. Menurut definisi Kamma, mitos (menurut pengalaman religius pra-Kristen suku Biak-Numfor) adalah suatu “keyakinan religius yang diungkapkan dalam bentuk drama dan lambang dan yang dibatasi pada tradisi yang mengukuhkan dan menyertai suatu masyarakat tradisional.” Sebagai suatu keyakinan religius, suatu mitos mengandaikan adanya realitas adialami (supernatural).

Lalu, apa itu “keyakinan religius” (tradisional) suku Biak-Numfor? Itulah kepercayaan mereka akan adanya realitas ideal yang berlawanan dengan realitas faktual. Apa kedua ciri realitas ini dan rincian lain tentang disertasi Kamma bisa Anda baca dari blog http://evergreentropicalstories. blogspot. com yang berisi artikel http://evergreentropicalstories.blogspot.com/2009/05/10-lord-of-utopia-its-backdrop.html di sini.

Penggenapan Mitos tentang Manseren Koreri dan Koreri

Blog tadi berisi naskah lengkap, barangkali salah satu naskah paling lengkap dalam bahasa Inggris, dari mitos keramat (sacred myth) suku Biak-Numfor tentang Manseren Koreri dan Koreri yang dijanjikannya. Naskah berbahasa Inggris itu diberi catatan akhir dan bisa Anda baca pada http://evergreentropicalstories.blogspot.com/2009/05/11-lord-of-utopia_19.html juga di sini.

Yang dimuat di sini adalah ringkasan bagian yang relevan dari naskah mitos itu dengan ramalan tradisional Papua yang digenapi dengan sendirinya. Seorang lelaki tua, berkulit koreng, berbau, dan jelek asal Biak bernama Manarmakeri (Lelaki Berkulit Koreng atau Lelaki dari Bintang) berhasil memperoleh apa yang diidamkannya dari seorang makhluk ruang angkasa sesudah perkelahian mereka semalam suntuk di puncak sebatang pohon kelapa. Akhirnya, makhluk ruang angkasa mirip malaikat yang berkelahi semalam suntuk dengan Yakub, seperti yang dikisahkan dalam Alkitab Perjanjian Lama, itu memberinya rahasia-rahasia adialami yang dicarinya, di antaranya kelimpahan hidup, peremajaan hidup, kebangkitan orang mati, dan hidup yang kekal. Sesudah perkelahian itu, dia melaksanakan perintah makhluk ruang angkasa itu; di antaranya, dia melakukan baptisan api dengan melompat ke dalam api yang menghanguskan tubuh lamanya dan mengubahnya menjadi seorang lelaki muda yang ganteng, sehat, kuat, dan punya kuasa adialami. Ini dia lakukan seorang diri di pantai Meok Wundi, sebuah pulau kecil dekat Biak, pulau yang kemudian dipandang punya arti khusus bagi penganut Koreri. Sesudah baptisan api itu, Manarmakeri berubah nama menjadi Manseren Koreri. Dia yang sudah diberi kuasa adialami ingin menyebarkan Koreri pada orang-orang Biak-Numfor. Tapi mereka tidak percaya padanya. Karena itu, dia marah dan meninggalkan mereka menuju ke Barat. Nanti, sesudah delapan generasi sejak kepergiannya, dia akan kembali. Pada waktu itu, orang-orang Biak-Numfor dan orang Papua lainnya akan memperoleh rahasia-rahasia Koreri yang sebelumnya mereka tolak.

Sesudah kepergiannya, barulah orang-orang Biak-Numfor menyadari kesalahan atau kebodohan mereka. Mereka lalu mencari dia dan keluarganya ke arah Barat tapi tidak berhasil bertemu dengan mereka. Mereka lalu memutuskan untuk tinggal di tempat mereka ada dan mengadakan berbagai upacara menantikan kedatangannya kembali. Upacara-upacara ini menjadi bagian dari gerakan-gerakan Koreri yang muncul sewaktu-waktu dan sudah berlangsung barangkali selama ratusan tahun, jauh sebelum para misionaris Protestan pertama dari Jerman membawa Injil ke Nieuw Guinea 1855. Blog tadi memperjelas penantian mereka melalui berbagai upacara melalui artikel lain: http://evergreentropicalstories.blogspot.com/2009/06/12-awaiting-utopia-through-singing-and.html di sini

Secara tidak terduga, mereka yang percaya pada Tuhan Negara-Bahagia dan Utopia yang dibawanya bertemu dengan berbagai orang berkulit putih yang mereka percaya mewujudkan janji sang pahlawan budaya mereka sebelum dia dan keluarganya berangkat ke arah Barat. Wujud janji itu sering melalui roh-roh  leluhur mereka yang sudah mati yang bangkit kembali dari kematiannya dan kembali dengan membawa kelimpahan hidup atau melalui peranan mereka sebagai pembawa kabar baik dari Manseren Koreri. Janji yang mereka percaya digenapi itu bisa dipandang sebagai nubuat atau ramalan yang juga digenapi.

Siapakah orang-orang berkulit putih itu? Mereka adalah orang-orang dari Barat.

Mula-mula, para misionaris Protestan Barat yang menjadi pelopor-pelopor penginjilan di Teluk Geevink Nieuw Guinea Belanda pertengahan abad ke-19 dipandang sebagai leluhur yang kembali. Tapi, kemudian, mereka dilihat sebagai pembawa kabar baik dari Tuhan Negara-Bahagia yang sudah pergi ke Barat. Menurut orang Biak-Numfor, Manseren Koreri dan Yesus Kristus yang diajarkan para misionaris Barat itu sebenarnya sama.

Pada tanggal 29 Juli 1942, sebuah perahu dengan lima orang asing berlabuh di kampung Mandori. Mereka terdiri dari tiga orang perwira tentara Amerika Serikat dan dua orang Filipina; semuanya melarikan diri dari Filipina (karena sudah dikuasai tentara Jepang) dan tengah berusaha mencapai Australia. Mereka tiba di Mandori dari pulau Meok Wundi. Tiga orang berkulit putih yang datang dari Meok Wundi menggegerkan seluruh Biak. Penduduk Biak yang percaya pada mitos keramatnya melihat dalam diri ketiga orang berkulit putih tiga serangkai yang sudah lama dinantikan orang Biak: Manseren Koreri, puteranya, dan ipar sang Tuhan. Kedatangan mereka di Mandori menggegerkan karena ketiga orang dari Filipina itu sudah mendarat di Meok Wundi, pulau tempat Manarmakeri antara lain melakukan baptisan api dan berubah menjadi Manseren Koreri.Yang tertua berjambang, yang kedua berusia sekitar 40-an tahun, sementara yang ketiga tampak sangat muda.

Selama PD II, para pengikut Gerakan Koreri (gerakan yang menantikan kembalinya Manseren Koreri) tetap percaya pahlawan budaya mereka akan kembali dengan membawa perlengkapan, sarana transportasi, kapal, dan barang-barang modern. Ketika mereka mendengar bahwa Jenderal MacArthur, panglima tentara Sekutu yang menyerang Jepang di Pasifik, mengalahkan Jepang, mereka mengatakan Jenderal McArthur adalah Manseren Koreri sendiri.

Sesudah Hollandia dikuasai dan diduduki Tentara Sekutu April 1944 dan posisi tentara Jepang di Numfor dibom dari udara, para penganut Koreri menghubungkan keunggulan Tentara Sekutu atas tentara Jepang dengan Tuhan mereka. Manseren Koreri adalah panglima tentara Amerika yang datang untuk membebaskan mereka.

Puncak gegernya para penganut Koreri terjadi ketika mereka menyaksikan kedahsyatan di luar bayangan mereka sendiri tentang Koreri dan yang kini ditunjukkan melalui kekuatan hebat Tentara Sekutu pimpinan AS di Nieuw Guinea Belanda. Kedahsyatan itu mereka hubungkan dengan kepemimpinan Manseren Koreri. Tentara AS datang dengan armada yang besar dan pesawat-pesawat yang melayang-layang seperti awan hitam mendekati mereka. Tidak ada seorang pun dari para penganut Tuhan Negara-Bahagia yang membayangkan bahwa teknologi perang demikian hebat itu sekarang menjadi nyata.  Mereka percaya itu adalah sebagian tanda dari kembalinya Tuhan mereka. Tidak sekalipun Tentara Sekutu pimpinan Amerika menyadari kehadiran mereka malah menggenapi kepercayaan tradisional suku Biak-Numfor akan kembalinya Tuhan mereka dan Utopia yang dia janjikan.

Belum lagi para pengikut Tuhan Negara-Bahagia memahami semua pengalamannya yang dahhsyat dan ajaib itu, tibalah berita pertama dari Biak. Tentara Amerika tengah mendirikan suatu landasan armada di kepulauan Padaido dan yang sangat ajaib: bukan satu kapal melainkan ratusan kapal tiba dengan perbekalan yang diturunkan justru di Meok Wundi, pulau Manseren Koreri. Seluruh pulau itu menjadi tempat penimbunan perbekalan tentara Amerika dan orang Biak pertama pengikut Gerakan Koreri yang diliputi rasa heran berteriak-teriak sampai suaranya parau. Lalu, orang Amerika royal: mereka membuang pakaian dan makanan sementara barang-barang tidak berkurang karena kapal-kapal tiba dalam jumlah ratusan dan orang dalam jumlah ribuan. Koreri, kali ini dalam bentuk kargo atau barang-barang, sudah tiba.

Meskipun dinantikan barangkali selama ratusan tahun, janji Manseren Koreri bahwa dia akan kembali sesudah delapan generasi sejak kepergiannya ke Barat digenapi secara aneh dan di luar imajinasi para pengikutnya tapi digenapi secara tepat. Ini boleh dikatakan adalah suatu contoh lain dari penggenapan yang cermat dari suatu janji non-Kristen. Penggenapan ini tidak sekalipun kita tahu dari nubuat-nubuat Benny Hinn yang meskipun meleset katanya dituntun Roh Kudus.

Penggenapan Kepercayaan akan Kembalinya Roh Leluhur

Seperti suku Biak-Numor, berbagai suku di Hollandia dan sekitarnya percaya juga pada kondisi negara-bahagia. Kondisi ini akan diwujudkan oleh roh-roh leluhurnya di masa depan. Realisasi Utopia ini di masa depan akan menggenapi kebenaran dari kepercayaan tradisional mereka, kepercayaan non-Kristen.

Gerakan-gerakan Simson tentang “putera berkulit putih” di Tanah Merah

Salah satu kepercayaan tradisional itu berbentuk gerakan-gerakan Simson di Tanah Merah, suatu kawasan pesisir di barat Hollandia. Gerakan-gerakan Simson yang berlangsung antara 1940 dan 1944 percaya orang berkulit putih, yaitu orang Belanda dan orang Barat lainnya yang berkulit putih, yang ada di Nieuw Guinea Belanda secara khusus, adalah leluhur-leluhur mereka yang sudah bangkit dari kematian. Simson mengajarkan pada pengikutnya bahwa semua barang mengakibatkan orang berkulit putih kaya sementara dia dan pengikutnya belum karena orang berkulit putih menerima kargo itu melalui suatu jalan laut bawah tanah rahasia lalu keluar melalui pergunungan Cycloop (sekarang pegunungan Dafonsoro). Agar barang-barang itu menjadi juga milik Simson dan pengikutnya, Simson berupaya memulihkan kekayaan material leluhurnya, sekarang muncul dalam wujud orang berkulit putih, bagi mereka. Gerakan Simson berakhir ketika Simson ditangkap tentara Jepang dan dipancung kepalanya 1944. Di kawasan Tanah Merah, ada penantian berdasarkan kepercayaan tradisional penduduknya bahwa “putera berkulit putih” yang sudah pergi ke Barat di masa lampau akan dibawa kembaIi melalui seekor ikan besar dan dia akan membawa kelimpahan pada mereka. Gerakan-gerakan Simson menunjukkan ciri-ciri Koreri yang kuat.

Orang Amerika yang hebat dan Utopia yang mereka bawa

Kepercayaan akan datangnya kelimpahan hidup melalui orang-orang berkulit putih digenapi secara menonjol pada Perang Dunia II ketika Tentara Sekutu menguasai Hollandia dan sekitarnya. Tentara Jepang  dikalahkan dalam berbagai pertempuran di Hollandia dan sekitarnya tahun 1944. Suatu artikel yang merinci masa ini dan pengaruhnya pada kepercayaan tradisional masyarakat Papua akan tibanya leluhur mereka dan Utopia bisa Anda baca pada http://evergreentropicalstories.blogspot.com/2010/01/16a-papuan-separatist-leader-returns.html di sini.

Tentara Sekutu yang menyerang tentara Jepang di Hollandia dan sekitarnya dipimpin seorang letnan-jenderal asal Amerika Serikat: Robert Eichelberger. Serangan dimulai di Hollandia pada tanggal 22 April 1944. Pasukan Sekutu terdiri dari 37.500 pasukan tempur dan 18.000 orang yang tidak ikut bertempur yang mencakup berbagai profesional. Tentara Sekutu membombardir landasan pacu militer Jepang di Sentani dan menghancurkan 245 pesawat terbang dalam dua hari.

Dalam pertempuran itu, 152 orang Amerika tewas dan 1.057 terluka. Tentara Jepang kehilangan 3.300 anggotanya. Jenderal Inada, panglima tentara Jepang di Hollandia dan sekitarnya, berupaya dengan 7.200 orang Jepang yang masih hidup melarikan diri melalui darat dari Sentani ke Sarmi, suatu kota kecil pesisir beberapa ratus kilometer di bagian barat Hollandia. Tapi sekitar 6.000 di antara mereka mati karena penyakit dan pembunuhan oleh orang Papua sebelum mereka mencapai Sarmi. Tentara Sekutu menemukan juga perbekalan makanan Jepang terbesar di Pasifik Selatan di Hollandia.

Tentara Amerika yang menghancurkan  sebagian besar Hollandia, sebelum PD II hanyalah sebuah “pos kecil” tidak hanya membangun kembali Hollandia tapi juga memperluasnya dengan infrastruktur yang baru. Mereka mendirikan salah satu basis militer paling besar di Samudera Pasifik. Jembatan-jembatan untuk kapal, hangar, gudang, jalan yang panjangnya lebih dari 100 kilometer, dok kering, gedung-gedung untuk reparasi, kantin, dan kantor dibangun juga. Ribuan mobil mengangkut orang dan kargo yang berlimpah-limpah di jalan dan tujuh puluh bioskop di tempat terbuka memainkan film-film Amerika terbaru, dipilih dari sepuluh sampai dengan dua belas film, setiap hari. Total, ada sekitar setengah juta orang dari Pasukan Sekutu yang tinggal di Hollandia yang sudah dibangun kembali dan tampak ajaib di mata orang Papua.

Tibanya orang Amerika dan sekutunya di Hollandia, keterlibatan mereka dalam “menyulap” pos kecil Hollandia menjadi kota modern Hollandia, dan gaya hidup mereka yang memesona penduduk asli menggetarkan hati mereka. Dalam beberapa minggu, mereka mengalami suatu kejutan budaya yang tidak pernah mereka dengar sebelumnya. Pendaratan dan kehadiran Tentara Sekutu di Hollandia dan Depapre, suatu kawasan pesisir di barat Hollandia, bagi pemahaman nelayan-nelayan di Teluk Humboldt di depan Hollandia tempat sangat banyak kapal berlabuh, di Teluk Tanah Merah, dan di Danau Santai, “hampir adalah suatu pengalaman eskatologis bagi mereka,” kata Silas Chaay, seorang lelaki berusia sepuluh tahun pada waktu itu dan berasal dari Kayu Pulau, salah satu kampung di pinggir pantai Hollandia, bertahun-tahun kemudian. (Pengalaman eskatologis adalah pengalaman berdasarkan ajaran Kristen tentang jiwa manusia dalam hubungannya dengan kematian, penghakiman terakhir oleh Allah, sorga, dan neraka.) Orang-orang kampung di kawasan pesisir tadi tidak bisa pergi memancing ikan di laut karena mereka takut perahu-perahu kecilnya yang dibuat dari kayu bisa dihancurkan oleh baling-baling raksasa kapal-kapal perang yang “mengerumuni” Teluk Humboldt. Karena itu, mereka terpaksa hidup dari makanan Amerika: ikan kaleng dan sayur-sayuran. Semua lelaki di kampung-kampung pesisir di Hollandia dan sekitarnya hanya bermain kartu. Wanta tidak perlu bekerja keras karena ada kelimpahan makanan, roti, dan kopi. Tentara Amerika menganggap sebagai paling baik kalau orang-orang kampung itu menikmati persediaan makanan-minuman mereka. Bertahun-tahun kemudian, Silas Chaay mengenang dampak yang membangkitkan Utopia ini: “Penduduk Kayu Pulau tidak lagi bekerja dan membayangkan dirinya berada di sorga. Ketika orang-orang tua melihat tentara Amerika berkulit hitam, mereka mengira leluhurnya sudah kembali.” Silas kemudian menjadi seorang pendeta Protestan berlatar belakang Kalvinistik bagi Gereja Kristen Injili pada zaman Belanda dan Indonesia.

Penyebutan "tentara Amerika berkulit hitam" sebagai penjelmaan leluhur orang Papua asal Kayu Pulau tidak meniadakan kepercayaan tradisional mereka tentang kembalinya leluhur mereka dalam wujud orang berkulit putih. Tentara Amerika berkulit hitam adalah bagian dari orang berkulit putih, sebagian besar Tentara Sekutu di Hollandia dan sekitarnya dalam PD II.

Nubuat-Nubuat Hinn “Kalah Pamor”

Sekali lagi, Anda menyimak penggenapan (melalui peranan dan pengaruh orang berkulit putih) berbagai penantian eskatologis atau utopian non-Kristen berdasarkan kepercayaan tradisional masyarakat Papua di Hollandia dan sekitarnya. Penantian itu barangkali sudah berlangsung selama ratusan tahun. Meskipun demikian, penggenapan kepercayaan mereka lebih unggul atas nubuat-nubuat Benny Hinn yang didakunya adalah tuntunan Roh Kudus tapi tidak digenapi. Roh Kudus, menurut kesaksian Alkitab, tidak sekalipun kalah kuasa-Nya terhadap ramalan-ramalan berdasarkan kepercayaan tradisional pada berbagai suku di pesisir utara Nieuw Guinea Belanda, ramalan-ramalan yang digenapi dengan sendirinya. Penggenapan ramalan-ramalan itu bisa benar untuk suatu jangka waktu tapi bisa meleset untuk jangka waktu yang lain. Tapi kebenaran dari Roh Kudus yang digenapi di masa depan selalu benar seratus persen dan bisa berlangsung selama-lamanya.