BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Senin, 12 Juli 2010

XIII. Bahasa Lidah, Menurut Ilmu Susunan Saraf Terkini


Berbagai penelitian ilmiah abad ke-20 dan awal abad ke-21 menyoroti juga gejala bahasa lidah. Di antaranya dalam bidang ilmu (susunan) saraf masa kini. Apakah implikasi hasil-hasil penelitian ilmiah ini bagi teologia Kristen tentang glosolalia?

Glosolalia Menurut Andrew Newberg dan Koleganya

Dr. Andrew Newberg, seorang profesor radiologi, psikologi, dan kajian religius pada Universitas Pennsylvania (AS) dan koleganya sudah meneliti hubungan antara iman, termasuk doa, dan kesembuhan melalui ilmu saraf. Salah satu yang menjadi fokus penelitian mereka adalah gejala glosolalia.

andrew newberg
Dr. Andrew Newberg

Pada tahun 2006, mereka melakukan penelitian pertama tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada otak besar selama berlangsungnya glosolalia. Untuk itu, mereka melakukan pemindaian pada saraf-saraf yang diaktifkan dari bagian otak tempat glosolalia tengah berlangsung. Agar hasil yang diperoleh secara ilmiah konsisten, mereka membentuk suatu kelompok yang dikontrol, terdiri dari lima orang penganut aliran Pentakosta di AS. Sebagai pembanding, ada juga kelompok yang tidak dikontrol. Para ahli lalu melakukan pemindaian otak untuk mengukur aliran darah pada kawasan otak besar mereka selama episoda-episoda (kejadian-kejadian yang bermakna) dari glosolalia yang aktif. Supaya bisa masuk ke dalam tahap glosolalia aktif, kelima orang itu lebih dahulu menyanyikan gospel, sejenis nyanyian injili yang sangat emosional asal AS. Suasana nyanyian itu yang kemudian membawa mereka masuk ke dalam aktivitas glosolalia dipindai dan diamati para peneliti pada bagian otak yang menunjukkan aktivitas glosolalia.

Penemuan mereka tentang berbahasa lidah

Apa yang ditemukan para ahli ilmu saraf dalam otak itu? Mereka yang berbahasa lidah tidak menunjukkan perbedaan-perbedaan dalam ciri-ciri kepribadiannya dengan kelompok-kelompok populasi yang lain. Suatu penelitian sebelumnya tentang glosolalia di antara pendeta-pendeta lelaki di Inggris memang menemukan bahwa mereka yang terkadang berbahasa lidah menunjukkan stabilitas emosional yang lebih baik dan depresi yang berkurang dibanding suatu kelompok yang tidak dikontrol. (Depresi adalah kekacauan jiwa seperti rasa putus asa terus-menerus, konsentrasi yang buruk, loyo, tidak bisa tidur, dan terkadang ingin bunuh diri.)

Untuk mengenal ciri-ciri glosolalia lebih jelas, para ilmuwan saraf itu melakukan pemindaian otak mereka yang bermeditasi sebagai pembanding otak mereka yang berbahasa lidah. Apakah aktivitas otak mereka ketika bermeditasi sama atau berbeda dengan aktivitas otak ketika berbahasa lidah?

Sebelum menjawab pertanyaan ini, Anda perlu memahami beberapa istilah teknis tentang bagian-bagian otak besar yang berkaitan dengan bahasa, termasuk glosolalia, dan emosi. Memahaminya dan lokasi bagian-bagian otak itu di dalam tengkorak akan mempermudah Anda mengikuti proses penelitian ilmu saraf ini.

Menurut ilmu saraf modern, iman dan kesembuhan oleh iman tidak berasal dari luar tapi dari dalam diri manusia. Iman dan kesembuhan spiritual adalah proses-prtoses yang berlangsung dalam otakmu. Proses-proses ini secara khusus dihasilkan suatu bagian otak besarmu yang secara teknis disebut baga parietal (parietal lobe). Di dalam tengkorak, letak baga parietal di bagian atas kepalamu, di belakang baga frontal, di depan baga oksipital, dan di utara baga temporal otakmu. Otakmu terdiri dari dua belahan, kira-kira sejajar dengan bagian tengah tengkorakmu, yaitu, belahan kiri dan kanan. Baga parietal adalah kawasan tengah salah satu dari kedua belahan otak manusia, terletak di bawah puncak tengkorak.

Suatu bagian otak yang terkait dengan peranan berbagai baga tadi adalah talamus. Ini adalah massa jaringan saraf berwarna kelabu pada dasar otak besar. Talamus memroses masukan-masukan sensori, hasil-hasil tanggapan pancaindera manusia – penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan/sentuhan, dan citarasa.

clip_image002
Skema bagian otak yang berkaitan dengan bahasa dan emosi. Tampak baga frontal, fisura pusat, baga parietal, baga oksipital, baga temporal, dan fisura lateral.

Kembali kepada pertanyaan tadi, Newberg dan koleganya sudah mengamati kegiatan bermeditasi – membutuhkan konsentrasi – yang makin meningkat dalam baga frontal. Ini suatu penemuan yang konsisten dengan pemindaian kegiatan-kegiatan lain yang membutuhkan pemusatan perhatian. Tapi dalam kasus glosolalia, Newberg menemukan bahwa kegiatan-kegiatan di baga frontal menurun, termasuk kegiatan yang menurun juga di pusat-pusat utama pemrosesan bahasa di otak.

Berbagai tanggapan

Tentang penemuan ini, apa komentar Newberg? “Penemuan-penemuan kami tentang kegiatan yang menurun di baga-baga frontal selama praktek berbahasa lidah menakjubkan karena pelaku-pelaku ini benar-benar percaya bahwa roh Allah tengah bergerak melalui mereka dan menguasai mereka untuk berbicara. Riset pencitraan otak kami menunjukkan kepada kami bahwa pelaku-pelaku ini tidak mengendalikan pusat-pusat bahasa yang lazim [di otak] selama kegiatan ini, yang konsisten dengan pemerian mereka tentang kurangnya pengendalian yang disengaja sementara berbahasa lidah.”

Tidak diketahui apakah Dr. Andrew Newberg dan rekan-rekannya menjelaskan alasan menurunnya kegiatan di baga-baga frontal selama praktek berbahasa lidah. Mungkinkah ini terjadi karena bagian otak itu tidak “diprogram” untuk mengidentifikasi glosolalia: bunyi-bunyian tak berarti?

Apakah gejala berbahasa lidah meleburkan kesadaran diri ke dalam kesadaran kosmik, kesadaran yang – mengutip sastrawan dan budayawan Rendra – “meruang dan mewaktu,” seperti yang dikleim dalam meditasi? Tidak, jawab Newberg dan koleganya.

Suatu kawasan kegiatan yang lain selama glosolalia adalah baga parietal superior, disingkat BPS. Ini suatu kawasan di belakang baga parietal yang memainkan peranan dalam memroses masukan-masukan sensori. Dalam pemindaian meditasi, ketika pelaku memerikan kehilangan kesadaran diri, ada suatu penurunan yang jelas dari aktivitas BPS.

Akan tetapi, pasien-pasien glosolalia tidak menunjukkan penurunan macam itu. Ini suatu penemuan yang konsisten dengan penegasan pelaku glosolalia bahwa mereka tidak mengalami hilangnya batas-batas individual, atau mengalami peleburan kesadaran diri ke dalam Diri Allah, sementara mereka berbahasa lidah.
Penelitian itu menemukan juga kegiatan yang meningkat dalam sistem limbik otak besar, pusat tanggapan-tanggapan emosional. Apakah ini berarti tengah terjadi “kegiatan emosional yang berubah selama glosolalia”? Para periset enggan berspekulasi tentang pokok ini.

Salah satu segi yang menarik dari penelitian itu ialah bahwa pelaku-pelaku mampu memasuki keadaan glosolalia kurang lebih berdasarkan isyarat-isyarat. Penemuan ini tampaknya menimbulkan pertanyaan tentang segi “ujaran-ujaran spontan” dalam glosolalia, seperti yang dijelaskan tadi.

Anda bisa memahami hasil penelitian Newberg dan koleganya tentang glosolalia secara audiovisual melalui   http://www.youtube.com/watch?v=NZbQBajYnEc&feature=related di Internet. Judul videonya: Speaking in Tongues Medical Study proves Holy Spirit Praying. Ini suatu judul yang tidak akurat karena belum ada bukti konlusif dari penelitian Newberg dan koleganya tentang Roh Kudus yang berdoa lalu dipindai di dalam otak pendoa. Tapi isi video itu tentang hasil penelitian mereka.

Beberapa Keberatan Alkitabiah dan Ilmiah

Apakah tanggapan orang Kristen terhadap hasil-hasil penelitian Dr. Andrew Newberg dan koleganya? Hasil-hasil ini kita hargai karena membuka wawasan baru tentang hubungan akal budi (mind) dengan tubuh. Apa pun yang baik dan benar dari hasil-hasil riset ini tentu kita pakai sebagai bahan-bahan pendukung kebenaran alkitabiah.

Akan tetapi, ada beberapa keberatan alkitabiah dan ilmiah terhadap hasil-hasil riset ilmu saraf modern tadi. Apakah keberatan-keberatan itu?

Bertentangan dengan iman Kristen

Pertama, pernyataan bahwa iman Kristen adalah proses-proses di dalam otak manusia bertentangan dengan pemahaman alkitabiah kita tentang iman. Suatu definisi iman dalam Ibrani 11:1 menyatakan bahwa iman melebihi proses-proses dalam otak manusia: “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.” Sangat sulit, kalau bukan mustahil, melakukan pemindaian “dasar segala sesuatu yang kita harapkan” dan “bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” di dalam otak kita. Iman Kristen menurut pemahaman ini boleh dikatakan melampaui kemampuan sains modern, termasuk ilmu saraf, untuk mengukur, menguji, dan membuktikannya melalui percobaan-percobaan ilmiah.

Belum berusia lama

Kedua, penelitian ilmu saraf tentang hubungan antara akal budi dengan tubuh belum berusia lama. Ia, karena itu, belum mendalami hubungan ini sementara sisi-sisi atau variabel-variabel lainnya belum diteliti secara mendalam. Karena itu, hasil penelitian tentang hubungan antara perilaku glosolalik dan aktivitasnya yang diamati di otak manusia perlu riset lebih lanjut sebelum kita bisa menentukan sikap tentang hubungan ini.

Buku terbaru Newberg dan Waldman bermasalah

Ketiga, hasil-hasil penelitian ilmu saraf terbaru Dr. Andrew Newberg dan Mark Robert Waldman (2009) tentang hubungan antara akal budi dan tubuh bermasalah dalam sisi-sisi lain, ditinjau dari sudut pandang alkitabiah. Hasil-hasil ini mereka terbitkan dalam suatu buku, How GOD Changes Your Brain (New York: Ballentine Books, 2009).
how god book How GOD Changes Your Brain karya Andrew Newberg dan Robert Waldman

Mereka berdua berargumentasi bahwa Allah bisa mengubah otak Anda. Untuk apa? Bagaimana caranya? Mengapa? Siapa dan apa itu Allah? Implikasi penelitian mereka pada bahasa lidah?

Buku ini adalah suatu ikhtisar yang berguna bagi peningkatan kesehatan dan belas kasihan Anda. Peningkatan ini Anda capai melalui latihan-latihan psikologis yang sederhana.

Ambil, misalnya, belas kasihan. Bagaimana caranya Anda meningkatkan belas kasihan? Dengan memakai berbagai teknik dan sikap melalui latihan-latihan meditasi, relaksasi, dan kesadaran. Latihan-latihan yang menerapkan teknik dan sikap tadi diambil dari tradisi-tradisi religius tapi tidak bergantung pada isi atau konteks religius mana pun. Jadi, teknik dan sikap tersebut tidak dikembangkan hanya dari agama Kristen saja tapi juga dari agama-agama non-Kristen. Karena itu, latihan-latihan itu disajikan dalam suatu bentuk yang diterima siapa pun, orang Kristen dan non-Kristen: ateis, agnostik (yaitu, orang yang meragukan ada tidaknya Tuhan), spiritual, atau anggota agama non-Kristen lainnya. Hasilnya? Anda mampu meningkatkan perasaan menyatu dan penerimaan orang lain terhadap Anda; Anda pun mampu menghilangkan atau meniadakan rasa marah dan terasing. Singkat kata, Allah bisa mengubah otakmu dengan memberi Anda belas kasihan melalui berbagai latihan yang dikembangkan dari tradisi-tradisi agama Kristen dan non-Kristen.

Judul buku Newberg dan Waldman menyatakan bahwa Allah punya cara yang bisa mengubah otakmu. Apakah kuasa fungsional Allah berarti Dia sumber atau penyebab perubahan otakmu? Tidak. Allah, menurut mereka, sebenarnya adalah suatu akibat dari perubahan dalam otakmu.

robert waldman
Robert Waldman

Agar mampu mengalami perubahan dalam otakmu, Anda tidak perlu berpikir secara khusus tentang Allah atau agama. Renungkanlah sesuatu serumit atau semisterius Allah dan Anda akan mengalami letupan-letupan hebat dari kegiatan saraf yang “menembak” pada bagian-bagian yang berbeda-beda di otakmu. Pikirkanlah masalah-masalah yang benar-benar besar dalam hidupmu – seperti masalah agama, ilmiah, atau kejiwaan – dan otakmu akan bertumbuh. Mengapa otakmu mengalami perubahan ini? Otakmu tengah mempertimbangkan secara mendalam pokok-pokok rumit mana pun yang menciptakan perubahan-perubahan di dalamnya.

Dalam arti neurologis (berhubungan dengan ilmu saraf), apa penyebab timbulnya Allah fungsional dalam otakmu? Proses-proses neurologis dalam otakmu. Rangkaian aktivitas sel-sel saraf dalam otak orang percaya mengakibatkan Allah menjadi nyata, melalui latihan-latihan fokus yang repetitif pada-Nya. Latihlah, misalnya, suatu gagasan berulang-ulang dan otakmu akan mulai menanggapinya seakan-akan gagasan itu suatu benda yang nyata di dunia. Jadi, semakin Anda fokus pada Allah, suatu akibat dari latihanmu, semakin Anda menyadari Allah sebagai nyata.

Secara khusus, kepercayaanmu akan Allah menjadi nyata secara neurologis melalui suatu sumber lain dalam otak besarmu: talamus. Talamus tidak membedakan realitas di dalam dan di luar dirimu; di dalam talamus, kedua realitas itu sama. Renungkanlah gagasan apa pun – misalnya, berbahasa lidah – cukup lama dan gagasan itu (berbahasa lidah) akan menunjukkan suatu kemiripan bentuk yang secara neurologis mengakibatkan kepercayaanmu akan gagasan itu (berbahasa lidah) menjadi nyata.

Jadi, latihan imanmu dalam arti neurologis akan mengakibatkan talamus dari otakmu memberi tanggapan yang sesuai. Bentuk glosolalia (gagasan) dalam talamus – dalam dirimu – akan mirip atau sesuai dengan bentuk glosolalia yang Anda ucapkan berdasarkan rekayasa bahasa manusia – di luar dirimu.

Mengapa talamus menyamakan realitas di dalam dan di luar otak manusia, dalam arti neurologis? Menurut Newberg dan Waldman, akal budi (mind) manusia tidak bagus sekali dalam membedakan apa yang benar-benar ada di dunia luar. Tapi ia sangat bagus dalam menciptakan konsistensi. Semua hasil pengamatan mereka berdua cenderung mengukuhkan korelasi antara kepercayaan di dalam dan di luar otak manusia, kemiripan atau kesesuaian yang berlaku pada setiap orang percaya. Kata mereka berdua, begitu suatu kepercayaan ditetapkan, akal budi bukan saja menafsirkan melainkan juga menggeser persepsinya agar cocok dengan kepercayaan itu.

Contoh tentang glosolalia bisa memperjelas pengamatan mereka. Seorang percaya mengucapkan salah satu kalimat bahasa lidah yang sudah dikutip: “Paka bante rina tokuntare mare paka tore moti shalara tamere pakashara merime.” Ini pertama kali dia mengucapkan kalimat glosolaliknya yang dia percaya adalah bahasa sorgawi. Supaya akal budi menciptakan konsistensi dari kepercayaannya, dia harus mengulang-ulangi kalimat glosolaliknya. Begitu konsistensi dari kepercayaannya akan glosolalia diciptakan oleh akal budinya, kepercayaan itu ditetapkan di dalam otaknya. Akal budi menafsirkan kalimat glosolalik itu sesuai kepercayaan pelakunya: itu adalah bahasa sorgawi dengan arti yang dimengerti penafsir yang menafsirkannya kepada jemaat yang tidak memahaminya. Selain itu, akal budi menggeser persepsinya bahwa itu adalah bahasa sorgawi dengan arti tertentu supaya cocok dengan kepercayaan pelaku.

Lalu, siapa dan apa itu Allah yang bisa mengubah otakmu? Dialah Allah yang diteliti dari sudut-pandang evolusioner, perkembangan, dan utilitarian (yang memberi Anda kebahagiaan paling besar kalau tindakanmu mencari kebahagiaan itu tepat). Tapi tekanan penelitian ilmiah tentang Dia mengarah pada manfaat-manfaat untuk kesehatan dan mental Anda; manfaat-manfaat itu berasal dari praktek-praktek, kegiatan, dan sikap-sikapmu yang khusus. Konsep Allah menurut hasil penelitian ilmiah Dr. Newberg dan Waldman tidak dibatasi pada satu definisi saja, seperti definisi ajaran Kristen. Definisi tentang Allah banyak: dari Allah yang bersifat pribadi dan antropomorfik (sifat-Nya dibayangkan sebagai mengambil rupa atau bentuk manusia) sampai dengan Allah sebagai suatu energi ilahi. Selain itu, makna di balik hidup dan alam semesta adalah bagian lain dari konsep ilmiah mereka berdua tentang Allah.

Apakah Allah nyata? Mereka berdua menjawab, sains tidak berwewenang itu menjawab pertanyaan itu. Yang mereka amati adalah Allah Kristen dan non-Kristen sebagai akibat-akibat dari proses-proses neurologis dalam otak manusia.

Baik Newberg maupun Waldman yang mencirikan atribut-atribut Allah tadi tidak religius. Yang satu melihat alam semesta murni secara ilmiah. Yang lain pun tidak religius tapi melihat sisi positif alam semesta yang diciptakan Allah, suatu metafora untuk pencarian siapa pun akan arti dan kebenaran yang sejati. Meskipun tidak religius, mereka berdua mengatakan agama – Kristen atau non-Kristen – adalah suatu kebaikan pribadi dan sosial.

Berhentilah sebentar untuk merenungkan kualitas-kualitas khusus Allah tadi: apa itu sesuai kesakian alkitabiah atau tidak. Allah orang Kristen adalah Dia yang didefinisikan menurut teori evolusi, perkembangan jiwa, dan utilitarian? Allah orang Kristen bersifat pribadi, antropomorfik, atau suatu energi ilahi? Allah adalah suatu metafora (suatu pemerian literer yang menyamakan kualitas seorang atau sesuatu dengan kualitas Allah) untuk pencarian siapa pun akan arti dan kebenaran yang sejati? Apakah agama Kristen adalah suatu kebaikan pribadi dan sosial? Ini bukan sifat-sifat Allah alkitabiah dan bukan juga sifat-sifat sesungguhnya agama Kristen. Allah, menurut kesaksian Alkitab, adalah Pribadi non-material, dengan hakekat-Nya sendiri yang dinyatakan kepada manusia di dalam Alkitab. Dia adalah Roh, tak bertara, kekal, dan tidak berubah dalam keberadaan, hikmat pengetahuan, kuasa, kekudusan, keadilan, kebaikan, dan kebenaran-Nya. Kasih adalah hakekat paling dalam dari Allah. Kasih-Nya adalah kebajikan paling besar dari agama Kristen; sesungguhnya, kasih Allah adalah ikatan yang menyatukan semua kebajikan Kristen.

Jelas, Allah adalah Pribadi yang dalam PL dikenal dengan sebutan “Yahweh”: Akulah Ada Yang Aku Ada. Dia karena itu bukan suatu metafora bagi siapa pun yang mencari arti dan kebenaran yang sejati. Allah adalah Pribadi non-material yang kebenaran-Nya kekal. Dia lebih dahulu menyatakan diri-Nya kepada manusia. Barulah manusia mencari Allah dan kebenaran-Nya. Metafora memang dipakai berkali-kali dalam Alkitab, seperti Allah adalah gunung batu atau kota benteng orang percaya, seperti yang bisa kita baca dalam Mazmur. Tapi metafora cuma salah satu dari sekian alat bahasa yang dipakai beberapa penulis Alkitab untuk memerikan sebagian hakekat Allah.

Selain itu, agama Kristen bukan sekadar suatu kebaikan pribadi dan sosial. Agama Kristen bersumber pada Allah dan kasih-Nya seperti yang disaksikan dalam Alkitab. Semua kebaikan atau kebajikan Kristen (pribadi dan sosial) bersumber pada Allah dan kasih-Nya.

Dr. Newberg dan Waldman mengatakan bukunya adalah suatu pembelaan terhadap agama, Kristen dan non-Kristen. Apa yang mereka tulis dalam bukunya tentang praktek-praktek agama dan kepercayaan akan Allah demi sehat atau tidak sehatnya manusia secara psikologis dan jasmani. Ia tidak menegaskan apakah Allah sesuai definisi dan pemerian mereka benar atau palsu. Khususnya, menurut kesaksian Alkitab. Karena itu, buku mereka tidak bisa kita andalkan sebagai suatu pembelaan yang memuaskan bagi agama Kristen.

Apa arti konsep Allah mereka berdua melalui hasil penelitiannya tentang aktivitas otak yang menunjukkan glosolalia? Jelas Dia bukan Allah orang Kristen karena (1) Dia bukan sebab melainkan suatu akibat proses-proses di otak yang menghasilkan glosolalia sebagai suatu sebab adanya Allah; (2) Dia bukan Allah menurut kesaksian Alkitab; dan (3) Allah yang adalah Roh, Pribadi non-material dengan kesadaran Diri dan kehendak yang berdaulat, mustahil diketahui melalui pemindaian yang mengharuskan adanya zat, materi, benda, obyek. Ringkas kata, hasil penelitian neurologis Dr. Andrew Newberg dan Mark Robert Waldman tentang glosolalia dalam otak sebagai suatu sebab adanya Allah masih disangsikan kekuatan kebenarannya.

0 komentar: