BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Kamis, 22 Juli 2010

XVII. Kepercayaan Tradisional Papua yang Digenapi Orang Berkulit Putih

Berbagai kepercayaan tradisional berbagai suku di Nieuw Guinea Belanda (sekarang Papua dan Papua Barat)  digenapi secara mengherankan. Ada yang bahkan melebihi imajinasi suku-suku yang memiliki kepercayaan tradisional itu.

Tiga di antara kepercayaan tradisional yang digenapi itu adalah mitos-mitos keramat tentang kembalinya seorang tokoh mitis mirip sang Mesias atau Ratu Adil (dalam kebudayaan tradisional Jawa) atau leluhur orang Papua. Seorang tokoh mirip Mesias atau Ratu Adil berasal dari daerah kebudayaan Biak-Numfor di Teluk Geelvink, di kawasan pesisir ke arah barat Sorong, dan di Kepulauan Raja Ampat di bagian barat Sorong. Dialah Manseren Koreri (diucapkan sebagai manSEren koREri), Tuhan Negara-Bahagia atau Tuhan Utopia), dan Koreri (Negara Bahagia atau Utopia) yang dijanjikannya.  Suatu mitos lain dari kawasan Hollandia dan sekitarnya (Genyem, Sentani, Nimboran, Tanah Merah, Ormu, Kayu Pulau) berkisah tentang kepercayaan berbagai suku kawasan itu bahwa suatu waktu di masa depan leluhurnya yang hidup kembali akan datang kembali dengan membawa kelimpahan hidup. Suatu mitos lain dari Nieuw Guinea Belanda bagian selatan tergolong mitos tentang kultus kargo. Kultus kargo adalah suatu agama khas rumpun Melanesia (penduduk asli di kawasan atau pulau-pulau tertentu di Pasifik Selatan yang kulitnya hitam) tentang kepercayaan orang Melanesia bahwa roh-roh leluhurnya di masa lampau akan kembali pada mereka di masa depan dengan membawa barang-barang konsumen modern dan kekayaan. Itulah mitos tentang penemuan Dunia Baru dari suku Sawi dan Auyu di Nieuw Guinea Belanda bagian selatan. Dengan cara yang aneh, ketiga macam kepercayaan tradisional berdasarkan mitos-mitos keramat itu digenapi melalui kontak budaya dan pengaruh orang-orang Barat berkulit putih pada penduduk Papua yang percaya pada mitos-mitos itu.

Mitos tentang Dunia Baru dan penggenapan kepercayaan tradisional lain dari suku Sawi akan dijelaskan dalam bab berikut. Bab ini memusatkan perhatian pada penggenapan kepercayaan tradisional di Teluk Geelvink dan di Hollandia dan sekitarnya.

Entah sebagai seorang tokoh mitis mirip Mesias atau Ratu Adil atau entah sebagai leluhur yang bangkit kembali dari kematian, tokoh-tokoh mitis yang kedatangannya kembali sudah dinantikan barangkali selama ratusan tahun anehnya adalah orang-orang berkulit putih. Tentara Jepang yang menduduki Nieuw Guinea Belanda selama Perang Dunia II dan dikenal oleh penduduk asli kawasan yang mereka duduki malah tidak masuk dalam mitologi mereka, entah kenapa. Dalam PD II, tentara Jepang dibenci orang Papua karena kekejamannya; selain itu, mereka jelas bukan orang berkulit putih meskipun tingkat kemajuan dan kemakmurannya tidak kalah dengan orang-orang berkulit putih. Orang Jepang juga tidak punya hubungan sejarah yang lama dibanding hubungan sejarah selama berabad-abad antara orang Papua dan berbagai orang berkulit putih dari Barat.

Apa Itu Mitos?

Ada beberapa definisi kamus tentang kata “mitos”. Mitos bisa berarti cerita kuno, suatu cerita tradisional tentang pahlawan dan makhluk adi alami, suatu cerita yang sering mencoba menjelaskan gejala-gejala alami atau sisi-sisi perilaku manusia. Mitos bisa juga berarti mitos-mitos secara kolektif, mitos-mitos yang dipandang sebagai suatu kelompok atau suatu corak. Mitos bisa juga berarti bentuk gagasan yang dicita-citakan, seperangkat gagasan dan cerita yang sering dicita-citakan atau diberi daya pesona yang mengelilingi suatu gejala, konsep, atau orang terkenal secara khusus. Arti lain dari mitos adalah kepercayaan yang palsu, suatu kepercayaan yang dipertahankan secara luas tapi keliru. Ringkas kata, mitos, menurut definisi kamus, adalah cerita kuno, mitos-mitos secara kolektif, bentuk gagasan yang dicita-citakan, atau kepercayaan yang palsu.

Mitos-mitos dari Nieuw Guinea Belanda tadi secara longgar bisa digolongkan pada cerita kuno, mitos-mitos secara kolektif, dan bentuk gagasan yang dicita-citakan. Tapi untuk memahami mitos menurut pengalaman orang Papua sendiri, kita perlu mengandalkan hasil penelitian ilmiah tentang mitos-mitos mereka. Penelitian tentang mitologi (mitos-mitos secara kolektif) secara umum dilakukan juga oleh ahli-ahli lain, termasuk ahli piskologi tenar asal Swis bernama Carl G. Jung (1875-1961), putera seorang pendeta Protestan asal Swis. Secara khusus, ilmuwan-ilmuwan yang sering meneliti kepercayaan tradisional masyarakat Papua adalah ahli-ahli antropologi-budaya. Perlu ditambahkan mitologi demikian luas dan rumit sehingga belum ada satu definisi tuntas tentang mitologi.

Menurut psikologi

Dari segi psikologi, apa itu mitologi? Suatu definisi yang dipengaruhi psikologi Jungian (dikembangkan Jung dan kawan-kawan atau para pendukungnya) berbunyi: “Suatu mitologi adalah suatu koleksi cerita-cerita imajiner atau fantastik, kebanyakan bersifat religius dan spontan, dibentuk oleh kausalitas dan teleologi, berisi nilai-nilai dan makna yang didambakan umat manusia, dan mengungkapkan psike manusia melalui lambang-lambang dan aksi-aksi simbolik.”  Untuk memahami definisi yang dipengaruhi psikologi Jungian ini secara lebih jelas, Anda dipersilahkan membaca artikel berjudul “Mythology, Movies, and Movie Criticism” dengan mengklik alamat blog berikut: http://evergreentropicalstories.blogspot.com/2009/04/mythology-movies-and-movie-criticism.html di sini.

Menurut antropologi-budaya

Lalu, apa definisi  khusus tentang “mitos” tentang Negara Bahagia, menurut hasil penelitian antropologi-budaya di Nieuw Guinea Belanda? Dr. F.C. Kamma (1906-1987), seorang misionaris Protestan dari Misi Gereja Hervormd Belanda di Nieuw Guinea Belanda, relevan. Selama sepuluh tahun, dia meneliti mitos keramat tentang Manseren Koreri dan Koreri yang dijanjikannya di kalangan suku Biak-Numfor dan daerah-daerah imigrasinya, terutama di Kepulauan Raja Ampat, sembari dia (dan isterinya) bekerja sebagai  misionaris di kalangan orang-orang Biak di Raja Ampat. Hasilnya adalah suatu disertasi yang istimewa tentang kepercayaan tradisional itu, De Messiaanse Koreri-bewegingen in het Biak-Numfoorse cultuur-gebied (Leiden, 1954) yang dipertahankannya di hadapan dewan penguji Fakultas Filsafat dan Kesusastraan Universitas Leiden, Belanda, 1954. Disertasi itu kemudian direvisi penulisnya dan diterbitkan dalam bahasa Inggris tahun 1972. Menurut definisi Kamma, mitos (menurut pengalaman religius pra-Kristen suku Biak-Numfor) adalah suatu “keyakinan religius yang diungkapkan dalam bentuk drama dan lambang dan yang dibatasi pada tradisi yang mengukuhkan dan menyertai suatu masyarakat tradisional.” Sebagai suatu keyakinan religius, suatu mitos mengandaikan adanya realitas adialami (supernatural).

Lalu, apa itu “keyakinan religius” (tradisional) suku Biak-Numfor? Itulah kepercayaan mereka akan adanya realitas ideal yang berlawanan dengan realitas faktual. Apa kedua ciri realitas ini dan rincian lain tentang disertasi Kamma bisa Anda baca dari blog http://evergreentropicalstories. blogspot. com yang berisi artikel http://evergreentropicalstories.blogspot.com/2009/05/10-lord-of-utopia-its-backdrop.html di sini.

Penggenapan Mitos tentang Manseren Koreri dan Koreri

Blog tadi berisi naskah lengkap, barangkali salah satu naskah paling lengkap dalam bahasa Inggris, dari mitos keramat (sacred myth) suku Biak-Numfor tentang Manseren Koreri dan Koreri yang dijanjikannya. Naskah berbahasa Inggris itu diberi catatan akhir dan bisa Anda baca pada http://evergreentropicalstories.blogspot.com/2009/05/11-lord-of-utopia_19.html juga di sini.

Yang dimuat di sini adalah ringkasan bagian yang relevan dari naskah mitos itu dengan ramalan tradisional Papua yang digenapi dengan sendirinya. Seorang lelaki tua, berkulit koreng, berbau, dan jelek asal Biak bernama Manarmakeri (Lelaki Berkulit Koreng atau Lelaki dari Bintang) berhasil memperoleh apa yang diidamkannya dari seorang makhluk ruang angkasa sesudah perkelahian mereka semalam suntuk di puncak sebatang pohon kelapa. Akhirnya, makhluk ruang angkasa mirip malaikat yang berkelahi semalam suntuk dengan Yakub, seperti yang dikisahkan dalam Alkitab Perjanjian Lama, itu memberinya rahasia-rahasia adialami yang dicarinya, di antaranya kelimpahan hidup, peremajaan hidup, kebangkitan orang mati, dan hidup yang kekal. Sesudah perkelahian itu, dia melaksanakan perintah makhluk ruang angkasa itu; di antaranya, dia melakukan baptisan api dengan melompat ke dalam api yang menghanguskan tubuh lamanya dan mengubahnya menjadi seorang lelaki muda yang ganteng, sehat, kuat, dan punya kuasa adialami. Ini dia lakukan seorang diri di pantai Meok Wundi, sebuah pulau kecil dekat Biak, pulau yang kemudian dipandang punya arti khusus bagi penganut Koreri. Sesudah baptisan api itu, Manarmakeri berubah nama menjadi Manseren Koreri. Dia yang sudah diberi kuasa adialami ingin menyebarkan Koreri pada orang-orang Biak-Numfor. Tapi mereka tidak percaya padanya. Karena itu, dia marah dan meninggalkan mereka menuju ke Barat. Nanti, sesudah delapan generasi sejak kepergiannya, dia akan kembali. Pada waktu itu, orang-orang Biak-Numfor dan orang Papua lainnya akan memperoleh rahasia-rahasia Koreri yang sebelumnya mereka tolak.

Sesudah kepergiannya, barulah orang-orang Biak-Numfor menyadari kesalahan atau kebodohan mereka. Mereka lalu mencari dia dan keluarganya ke arah Barat tapi tidak berhasil bertemu dengan mereka. Mereka lalu memutuskan untuk tinggal di tempat mereka ada dan mengadakan berbagai upacara menantikan kedatangannya kembali. Upacara-upacara ini menjadi bagian dari gerakan-gerakan Koreri yang muncul sewaktu-waktu dan sudah berlangsung barangkali selama ratusan tahun, jauh sebelum para misionaris Protestan pertama dari Jerman membawa Injil ke Nieuw Guinea 1855. Blog tadi memperjelas penantian mereka melalui berbagai upacara melalui artikel lain: http://evergreentropicalstories.blogspot.com/2009/06/12-awaiting-utopia-through-singing-and.html di sini

Secara tidak terduga, mereka yang percaya pada Tuhan Negara-Bahagia dan Utopia yang dibawanya bertemu dengan berbagai orang berkulit putih yang mereka percaya mewujudkan janji sang pahlawan budaya mereka sebelum dia dan keluarganya berangkat ke arah Barat. Wujud janji itu sering melalui roh-roh  leluhur mereka yang sudah mati yang bangkit kembali dari kematiannya dan kembali dengan membawa kelimpahan hidup atau melalui peranan mereka sebagai pembawa kabar baik dari Manseren Koreri. Janji yang mereka percaya digenapi itu bisa dipandang sebagai nubuat atau ramalan yang juga digenapi.

Siapakah orang-orang berkulit putih itu? Mereka adalah orang-orang dari Barat.

Mula-mula, para misionaris Protestan Barat yang menjadi pelopor-pelopor penginjilan di Teluk Geevink Nieuw Guinea Belanda pertengahan abad ke-19 dipandang sebagai leluhur yang kembali. Tapi, kemudian, mereka dilihat sebagai pembawa kabar baik dari Tuhan Negara-Bahagia yang sudah pergi ke Barat. Menurut orang Biak-Numfor, Manseren Koreri dan Yesus Kristus yang diajarkan para misionaris Barat itu sebenarnya sama.

Pada tanggal 29 Juli 1942, sebuah perahu dengan lima orang asing berlabuh di kampung Mandori. Mereka terdiri dari tiga orang perwira tentara Amerika Serikat dan dua orang Filipina; semuanya melarikan diri dari Filipina (karena sudah dikuasai tentara Jepang) dan tengah berusaha mencapai Australia. Mereka tiba di Mandori dari pulau Meok Wundi. Tiga orang berkulit putih yang datang dari Meok Wundi menggegerkan seluruh Biak. Penduduk Biak yang percaya pada mitos keramatnya melihat dalam diri ketiga orang berkulit putih tiga serangkai yang sudah lama dinantikan orang Biak: Manseren Koreri, puteranya, dan ipar sang Tuhan. Kedatangan mereka di Mandori menggegerkan karena ketiga orang dari Filipina itu sudah mendarat di Meok Wundi, pulau tempat Manarmakeri antara lain melakukan baptisan api dan berubah menjadi Manseren Koreri.Yang tertua berjambang, yang kedua berusia sekitar 40-an tahun, sementara yang ketiga tampak sangat muda.

Selama PD II, para pengikut Gerakan Koreri (gerakan yang menantikan kembalinya Manseren Koreri) tetap percaya pahlawan budaya mereka akan kembali dengan membawa perlengkapan, sarana transportasi, kapal, dan barang-barang modern. Ketika mereka mendengar bahwa Jenderal MacArthur, panglima tentara Sekutu yang menyerang Jepang di Pasifik, mengalahkan Jepang, mereka mengatakan Jenderal McArthur adalah Manseren Koreri sendiri.

Sesudah Hollandia dikuasai dan diduduki Tentara Sekutu April 1944 dan posisi tentara Jepang di Numfor dibom dari udara, para penganut Koreri menghubungkan keunggulan Tentara Sekutu atas tentara Jepang dengan Tuhan mereka. Manseren Koreri adalah panglima tentara Amerika yang datang untuk membebaskan mereka.

Puncak gegernya para penganut Koreri terjadi ketika mereka menyaksikan kedahsyatan di luar bayangan mereka sendiri tentang Koreri dan yang kini ditunjukkan melalui kekuatan hebat Tentara Sekutu pimpinan AS di Nieuw Guinea Belanda. Kedahsyatan itu mereka hubungkan dengan kepemimpinan Manseren Koreri. Tentara AS datang dengan armada yang besar dan pesawat-pesawat yang melayang-layang seperti awan hitam mendekati mereka. Tidak ada seorang pun dari para penganut Tuhan Negara-Bahagia yang membayangkan bahwa teknologi perang demikian hebat itu sekarang menjadi nyata.  Mereka percaya itu adalah sebagian tanda dari kembalinya Tuhan mereka. Tidak sekalipun Tentara Sekutu pimpinan Amerika menyadari kehadiran mereka malah menggenapi kepercayaan tradisional suku Biak-Numfor akan kembalinya Tuhan mereka dan Utopia yang dia janjikan.

Belum lagi para pengikut Tuhan Negara-Bahagia memahami semua pengalamannya yang dahhsyat dan ajaib itu, tibalah berita pertama dari Biak. Tentara Amerika tengah mendirikan suatu landasan armada di kepulauan Padaido dan yang sangat ajaib: bukan satu kapal melainkan ratusan kapal tiba dengan perbekalan yang diturunkan justru di Meok Wundi, pulau Manseren Koreri. Seluruh pulau itu menjadi tempat penimbunan perbekalan tentara Amerika dan orang Biak pertama pengikut Gerakan Koreri yang diliputi rasa heran berteriak-teriak sampai suaranya parau. Lalu, orang Amerika royal: mereka membuang pakaian dan makanan sementara barang-barang tidak berkurang karena kapal-kapal tiba dalam jumlah ratusan dan orang dalam jumlah ribuan. Koreri, kali ini dalam bentuk kargo atau barang-barang, sudah tiba.

Meskipun dinantikan barangkali selama ratusan tahun, janji Manseren Koreri bahwa dia akan kembali sesudah delapan generasi sejak kepergiannya ke Barat digenapi secara aneh dan di luar imajinasi para pengikutnya tapi digenapi secara tepat. Ini boleh dikatakan adalah suatu contoh lain dari penggenapan yang cermat dari suatu janji non-Kristen. Penggenapan ini tidak sekalipun kita tahu dari nubuat-nubuat Benny Hinn yang meskipun meleset katanya dituntun Roh Kudus.

Penggenapan Kepercayaan akan Kembalinya Roh Leluhur

Seperti suku Biak-Numor, berbagai suku di Hollandia dan sekitarnya percaya juga pada kondisi negara-bahagia. Kondisi ini akan diwujudkan oleh roh-roh leluhurnya di masa depan. Realisasi Utopia ini di masa depan akan menggenapi kebenaran dari kepercayaan tradisional mereka, kepercayaan non-Kristen.

Gerakan-gerakan Simson tentang “putera berkulit putih” di Tanah Merah

Salah satu kepercayaan tradisional itu berbentuk gerakan-gerakan Simson di Tanah Merah, suatu kawasan pesisir di barat Hollandia. Gerakan-gerakan Simson yang berlangsung antara 1940 dan 1944 percaya orang berkulit putih, yaitu orang Belanda dan orang Barat lainnya yang berkulit putih, yang ada di Nieuw Guinea Belanda secara khusus, adalah leluhur-leluhur mereka yang sudah bangkit dari kematian. Simson mengajarkan pada pengikutnya bahwa semua barang mengakibatkan orang berkulit putih kaya sementara dia dan pengikutnya belum karena orang berkulit putih menerima kargo itu melalui suatu jalan laut bawah tanah rahasia lalu keluar melalui pergunungan Cycloop (sekarang pegunungan Dafonsoro). Agar barang-barang itu menjadi juga milik Simson dan pengikutnya, Simson berupaya memulihkan kekayaan material leluhurnya, sekarang muncul dalam wujud orang berkulit putih, bagi mereka. Gerakan Simson berakhir ketika Simson ditangkap tentara Jepang dan dipancung kepalanya 1944. Di kawasan Tanah Merah, ada penantian berdasarkan kepercayaan tradisional penduduknya bahwa “putera berkulit putih” yang sudah pergi ke Barat di masa lampau akan dibawa kembaIi melalui seekor ikan besar dan dia akan membawa kelimpahan pada mereka. Gerakan-gerakan Simson menunjukkan ciri-ciri Koreri yang kuat.

Orang Amerika yang hebat dan Utopia yang mereka bawa

Kepercayaan akan datangnya kelimpahan hidup melalui orang-orang berkulit putih digenapi secara menonjol pada Perang Dunia II ketika Tentara Sekutu menguasai Hollandia dan sekitarnya. Tentara Jepang  dikalahkan dalam berbagai pertempuran di Hollandia dan sekitarnya tahun 1944. Suatu artikel yang merinci masa ini dan pengaruhnya pada kepercayaan tradisional masyarakat Papua akan tibanya leluhur mereka dan Utopia bisa Anda baca pada http://evergreentropicalstories.blogspot.com/2010/01/16a-papuan-separatist-leader-returns.html di sini.

Tentara Sekutu yang menyerang tentara Jepang di Hollandia dan sekitarnya dipimpin seorang letnan-jenderal asal Amerika Serikat: Robert Eichelberger. Serangan dimulai di Hollandia pada tanggal 22 April 1944. Pasukan Sekutu terdiri dari 37.500 pasukan tempur dan 18.000 orang yang tidak ikut bertempur yang mencakup berbagai profesional. Tentara Sekutu membombardir landasan pacu militer Jepang di Sentani dan menghancurkan 245 pesawat terbang dalam dua hari.

Dalam pertempuran itu, 152 orang Amerika tewas dan 1.057 terluka. Tentara Jepang kehilangan 3.300 anggotanya. Jenderal Inada, panglima tentara Jepang di Hollandia dan sekitarnya, berupaya dengan 7.200 orang Jepang yang masih hidup melarikan diri melalui darat dari Sentani ke Sarmi, suatu kota kecil pesisir beberapa ratus kilometer di bagian barat Hollandia. Tapi sekitar 6.000 di antara mereka mati karena penyakit dan pembunuhan oleh orang Papua sebelum mereka mencapai Sarmi. Tentara Sekutu menemukan juga perbekalan makanan Jepang terbesar di Pasifik Selatan di Hollandia.

Tentara Amerika yang menghancurkan  sebagian besar Hollandia, sebelum PD II hanyalah sebuah “pos kecil” tidak hanya membangun kembali Hollandia tapi juga memperluasnya dengan infrastruktur yang baru. Mereka mendirikan salah satu basis militer paling besar di Samudera Pasifik. Jembatan-jembatan untuk kapal, hangar, gudang, jalan yang panjangnya lebih dari 100 kilometer, dok kering, gedung-gedung untuk reparasi, kantin, dan kantor dibangun juga. Ribuan mobil mengangkut orang dan kargo yang berlimpah-limpah di jalan dan tujuh puluh bioskop di tempat terbuka memainkan film-film Amerika terbaru, dipilih dari sepuluh sampai dengan dua belas film, setiap hari. Total, ada sekitar setengah juta orang dari Pasukan Sekutu yang tinggal di Hollandia yang sudah dibangun kembali dan tampak ajaib di mata orang Papua.

Tibanya orang Amerika dan sekutunya di Hollandia, keterlibatan mereka dalam “menyulap” pos kecil Hollandia menjadi kota modern Hollandia, dan gaya hidup mereka yang memesona penduduk asli menggetarkan hati mereka. Dalam beberapa minggu, mereka mengalami suatu kejutan budaya yang tidak pernah mereka dengar sebelumnya. Pendaratan dan kehadiran Tentara Sekutu di Hollandia dan Depapre, suatu kawasan pesisir di barat Hollandia, bagi pemahaman nelayan-nelayan di Teluk Humboldt di depan Hollandia tempat sangat banyak kapal berlabuh, di Teluk Tanah Merah, dan di Danau Santai, “hampir adalah suatu pengalaman eskatologis bagi mereka,” kata Silas Chaay, seorang lelaki berusia sepuluh tahun pada waktu itu dan berasal dari Kayu Pulau, salah satu kampung di pinggir pantai Hollandia, bertahun-tahun kemudian. (Pengalaman eskatologis adalah pengalaman berdasarkan ajaran Kristen tentang jiwa manusia dalam hubungannya dengan kematian, penghakiman terakhir oleh Allah, sorga, dan neraka.) Orang-orang kampung di kawasan pesisir tadi tidak bisa pergi memancing ikan di laut karena mereka takut perahu-perahu kecilnya yang dibuat dari kayu bisa dihancurkan oleh baling-baling raksasa kapal-kapal perang yang “mengerumuni” Teluk Humboldt. Karena itu, mereka terpaksa hidup dari makanan Amerika: ikan kaleng dan sayur-sayuran. Semua lelaki di kampung-kampung pesisir di Hollandia dan sekitarnya hanya bermain kartu. Wanta tidak perlu bekerja keras karena ada kelimpahan makanan, roti, dan kopi. Tentara Amerika menganggap sebagai paling baik kalau orang-orang kampung itu menikmati persediaan makanan-minuman mereka. Bertahun-tahun kemudian, Silas Chaay mengenang dampak yang membangkitkan Utopia ini: “Penduduk Kayu Pulau tidak lagi bekerja dan membayangkan dirinya berada di sorga. Ketika orang-orang tua melihat tentara Amerika berkulit hitam, mereka mengira leluhurnya sudah kembali.” Silas kemudian menjadi seorang pendeta Protestan berlatar belakang Kalvinistik bagi Gereja Kristen Injili pada zaman Belanda dan Indonesia.

Penyebutan "tentara Amerika berkulit hitam" sebagai penjelmaan leluhur orang Papua asal Kayu Pulau tidak meniadakan kepercayaan tradisional mereka tentang kembalinya leluhur mereka dalam wujud orang berkulit putih. Tentara Amerika berkulit hitam adalah bagian dari orang berkulit putih, sebagian besar Tentara Sekutu di Hollandia dan sekitarnya dalam PD II.

Nubuat-Nubuat Hinn “Kalah Pamor”

Sekali lagi, Anda menyimak penggenapan (melalui peranan dan pengaruh orang berkulit putih) berbagai penantian eskatologis atau utopian non-Kristen berdasarkan kepercayaan tradisional masyarakat Papua di Hollandia dan sekitarnya. Penantian itu barangkali sudah berlangsung selama ratusan tahun. Meskipun demikian, penggenapan kepercayaan mereka lebih unggul atas nubuat-nubuat Benny Hinn yang didakunya adalah tuntunan Roh Kudus tapi tidak digenapi. Roh Kudus, menurut kesaksian Alkitab, tidak sekalipun kalah kuasa-Nya terhadap ramalan-ramalan berdasarkan kepercayaan tradisional pada berbagai suku di pesisir utara Nieuw Guinea Belanda, ramalan-ramalan yang digenapi dengan sendirinya. Penggenapan ramalan-ramalan itu bisa benar untuk suatu jangka waktu tapi bisa meleset untuk jangka waktu yang lain. Tapi kebenaran dari Roh Kudus yang digenapi di masa depan selalu benar seratus persen dan bisa berlangsung selama-lamanya.

0 komentar: